PEMIKIRAN DAN PENGARUH PERJUANGAN H.O.S COKROAMINOTO
BAB I: PENDAHULUAN
Sejarah telah mencatat bahwa bangsa
indonesia memiliki tokoh-tokoh yang hebat. Penindasan bangsa kolonial kepada
bangsa indonesia dan pengekangan mereka terhadap kebebasan berfikir dan
berpendidikan ternyata tidak menghalangi
tokoh-tokoh tersebut untuk menjadi manusia yang cerdas, berpengetahuan luas dan
berpikiran bebas. Tokoh-tokoh tersebut bahkan berhasil memberi pengaruh kepada
bangsa indonesia untuk mengobarkan perlawanan atas penindasan yang saat itu sedang
dan telah berlangsung cukup lama.
Diantara tokoh bangsa yang memiliki
pengaruh besar terhadap perkembangan bangsa indonesia adalah H.O.S. Cokroaminoto. Beliau merupakan
seorang tokoh yang sangat menarik. Dari tangan beliau lahir tiga orang tokoh
yang berhasil mengukirkan nama-nama mereka dalam catatan sejarah bangsa
indonesia, walaupun dengan cara mereka sendiri-sendiri. Karena itu, penulis
tertarik untuk mengangkat H.O.S. Cokroaminoto sebagai judul makalah karena
ingin mengupas lebih lanjut tentang biografi, latar belakang pendidikan,
karya-karya serta pemikiran beliau yang berhasil melahirkan tiga tokoh dengan
ideologi yang berbeda-beda.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………………. 1
PEMBAHASAN …………………………………………………………………………………………….. 3
BIOGRAFI DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN H.O.S COKROAMINOTO
…….. 3
PEMIKIRAN H.O.S COKROAMINOTO ……………………………………………………………. 5
SOSIALISME ISLAM H.O.S COKROAMINOTO ………………………………………………... 5
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM H.O.S COKROAMINOTO …………………………….. 5
KARYA-KARYA H.O.S COKROAMINOTO ………………………………………………………… 6
TOKOH-TOKOH YANG PERNAH BERGURU KEPADA H.O.S COKROAMINOTO … 8
PENUTUP ……………………………………………………………………………………………………… 11
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………… 12
BAB II: PEMBAHASAN
1. Biografi HOS Tjokroaminoto dan latar belakang pendidikannya.
Ia di lahirkan dengan
nama Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto yang dikenal sebagai Haji Oemar Said
(HOS) Tjokroaminoto (lahir di ponorogo, 16 Agustus 1883). Terlahir dari
perpaduan keluarga priyayi yang religious. Tjokroaminoto adalah anak kedua dari
12 bersaudara. Kakeknya, RM Adipati
Tjokronegoro adalah seorang bupati di ponorogo, jawa timur, sedangkan ayahnya,
Raden Mas Tjokroamiseno adalah wedana distrik kleco, madiun. Ia secara formal
tak pernah nyantri, sekolah ditempuhnya dengan system pendidikan barat. Karena
itu, ia menguasai bahasa inggris dan belanda.
Didalam ensiklopedi
islam disebutkan bahwasannya HOS Tjokroaminoto lahir di bukur, madiun 16
agustus 1882 yogyakarta.
Awalnya kehidupan Haji Oemar Said Tjokroaminoto terbilang biasa-biasa saja.
Semasa kecil ia dikenal sebagai anak yang nakal dan suka berkelahi. Setelah
beberapa kali berpindah sekolah, akhirnya ia berhasil menyelesaikan sekolahnya
di OSVIA (sekolah calon pegawai pemerintah atau pamong praja) di Magelang pada
1902. Setelah menamatkan sekolahnya, ia bekerja sebagai seorang juru tulis di
Ngawi. Tiga tahun kemudian ia bekerja di perusahaan dagang di Surabaya.
Kepindahannya ke
Surabaya membawanya terjun ke dunia politik. Di kota pahlawan itu ia kemudian
bergabung dalam Sarekat Dagang Islam (SDI). Ia menyarankan agar SDI diubah
menjadi partai politik. SDI kemudian resmi diubah menjadi SI (Ketua Sarekat
Islam (SI) pada 10 September 1912.
Cokroaminoto dipercaya untuk memangku jabatan
ketua setelah sebelumnya menjabat sebagai komisaris SI. Di bawah
kepemimpinannya, SI mengalami kemajuan pesat dan berkembang menjadi partai
massa sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda berupaya
menghalangi SI yang termasuk organisasi Islam terbesar pada saat itu.
Pemerintah kolonial sangat membatasi kekuasaan pengurus pusat (Centraal Ketua Sarekat
Islam) dan organisasi SI (afdeling SI) agar mudah diawasi dan dipengaruhi praja setempat. Situasi itu menjadikan SI
menghadapi kesenjangan antara pusat dan daerah yang menyebabkan kesulitan dalam
mobilisasi para anggotanya.
Pada periode tahun 1912-1916,
Cokroaminoto dan para pemimpin SI lainnya sedikit bersikap moderat terhadap
pemerintah Belanda. Yang mereka perjuangkan adalah penegakan hak-hak manusia
serta meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tapi sejak tahun 1916, menghadapi
pembentukan Dewan Rakyat, suasana menjadi hangat. Dalam kongres-kongres SI,
Cokroaminoto mulai melancarkan ide pembentukan nation (bangsa) dan pemerintahan
sendiri.
Sebagai reaksi terhadap "Janji
November" (November Beloftem), Gubernur Jenderal van Limburgh Stirum,
Cokroaminoto selaku wakil SI dalam Volksraad bersama Sastrawan, Akitivis,
Jurnalis
Abdul Muis, Cipto Mangukusumo, atas nama kelompok radicale
concentratie mengajukan mosi yang kemudian dikenal dengan Mosi Cokroaminoto
pada tanggal 25 November 1918. Mereka menuntut: Pertama, pembentukan Dewan
Negara di mana penduduk semua wakil dari kerajaan. Kedua, pertangggungjawaban
departemen/pemerintah Hindia Belanda terhadap perwakilan rakyat. Tiga,
pertangggungjawaban terhadap perwakilan rakyat. Keempat, reformasi pemerintahan
dan desentralisasi. Intinya, mereka menuntut pemerintah Belanda membentuk
parlemen yang anggotanya dipilih dari rakyat dan oleh rakyat. Pemerintah
sendiri dituntut bertanggung jawab pada parlemen.
Namun, oleh Ketua Parlemen Belanda,
tuntutan tersebut dianggap hanya fantasi belaka. Sehingga, Centraal Ketua
Sarekat Islam (SI) Sarekat Islam pada kongres nasionalnya di Yogyakarta tanggal
2-6 Maret 1921, memberikan reaksi atas sikap pemerintah Belanda tersebut dengan
merumuskan tujuan perjuangan politik SI sebagai, "Untuk merebut
kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda".
Selama hidupnya, Cokroaminoto merupakan
sosok yang berpengaruh besar terhadap tokoh-tokoh muda pergerakan nasional saat
itu. Keahliannya berpidato ia gunakan untuk mengecam kesewenang-wenangan
pemerintah Belanda. Semasa perjuangannya, dia misalnya mengecam perampasan
tanah oleh Belanda untuk dijadikan perkebunan milik Belanda.
Ia juga mendesak Sumatera Landsyndicaat
supaya mengembalikan tanah rakyat di Gunung Seminung (tepi Danau Ranau,
Sumatera Selatan). Nasib para dokter pribumi juga turut diperjuangkannya dengan
menuntut kesetaraan kedudukan antara dokter Indonesia dengan dokter Belanda.
Pada tahun 1920, ia dijebloskan ke
penjara dengan tuduhan menghasut dan mempersiapkan pemberontakan untuk
menggulingkan pemerintah Belanda. Pada April 1922, setelah tujuh bulan
meringkuk di penjara, ia kemudian dibebaskan. Cokroaminoto kemudian diminta
kembali untuk duduk dalam Volksraad, namun permintaan itu ditolaknya karena ia
sudah tak mau lagi bekerjasama dengan pemerintah Belanda.
Sebagai tokoh masyarakat, pemerintah
kolonial menjulukinya sebagai de Ongekroonde Koning van Java (Raja Jawa yang
tidak "bermahkota" atau tidak "dinobatkan").
Pengaruhnya yang luas menjadikannya
sebagai tokoh panutan masyarakat. Karena alasan itu pula maka R.M. Soekemi
Sasrodihardjo mengirimkan anaknya Soekarno (kemudian menjadi presiden pertama
RI) untuk pendidikan dengan in de kost di rumahnya.
Selain menjadi politikus, Cokroaminoto
aktif menulis karangan di majalah dan surat kabar. Salah satu karyanya ialah
buku yang berjudul Islam dan Nasionalisme. Cokroaminoto menghembuskan nafasnya
yang terakhir pada 17 Desember 1934 di Surabaya pada usia 51 tahun.
Atas jasa-jasanya kepada negara, Haji
Oemar Said Cokroaminoto dianugerahkan gelar Lihat Daftar Pahlawan Nasional
pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No.590
Tahun 1961, tanggal 9 Nopember 1961.
2. Pemikiran H.O.S
Cokroaminoto
a. Sosialisme Islam
Raden Haji Oemar Said
Tjokroaminoto menemukan kesalahan dalam pembentukan konsep Sosialisme Barat.
Maka dari itu, dia merombak ajaran sosialisme tersebut dengan membentuk
sosialisme cara Islam. Menurut Tjokro, sosialisme Islam ini bertujuan untuk
melaksanakan kedamaian dan keselamatan berdasarkan tafsir Islam yang memiliki
empat makna utama. Aslama yang berarti ketundukan, Salima atau
keselamatan, Salmi atau kerukunan, dan Sulami yang bermakna
tangga.
Berdasarkan empat makna Islam itu,
Tjokro membuat dua prinsip utama Sosialisme Islam. Kedua prinsip tersebut
adalah Kedermawanan Islami dan Persaudaraan Islam.
Kedermawanan dalam hal ini berarti
tindakan kebajikan untuk meraih cinta Allah. Sedangkan Persaudaraan Islam
menekankan pada persaudaraan yang dibangun bukan berdasarkan suku, ras dan
strata sosial. Akan tetapi berdasarkan ketakwaan.
Dedi menjelaskan, Sosialisme Islam
hendaknya tidak dipahami sebagai penerimaan terhadap Sosialisme Marxis. Hal ini
dikarenakan, dalam konteks Islam, sosialisme yang sempurna berarti bahwa
manusia tidak hidup untuk dirinya sendiri atau hanya untuk relasi sosial saja.
"Menurut Tjokro dalam bukunya (Islam dan Sosialisme), untuk mencapai
sosialisme cara Islam, masyarakat harus mencapai kehidupan sejati dengan
perilaku berdasarkan keimanan kepada Allah. Dengan demikian, konsep sosialisme
yang digagas Tjokro ini begitu berbeda dengan model sosialisme manapun,".
Dalam bukunya “ Sosialisme Islam”
HOS Cokroaminoto mengatakan “Setiap muslim yang menjalankan ajarannya dengan
sungguh-sungguh haruslah melalui tingkatan-tingkatan yang bermakna keselarasan
dunia dan akhirat sebagai simbol menuju derajat kesempurnaan hidup,”
b. Pemikiran pendidikan.
Sebelumnya, Cokroaminoto cenderung
lebih dikenal sebagai tokoh politik dibandingkan sebagai tokoh pendidikan
karena kiprahnya dalam Organisasi Syarikat Islam. Terlepas dari itu semua, mari
kita menelaah beberapa pemikiran pendidikan H.O.S Tjokroaminoto sebagai
berikut.
Pertama,
pendidikan harus berdasarkan pada sumber Islam
yakni Al-Qur‟an
dan Al-Hadits. Menurut H.O.S. Cokroaminoto ilmu harus diperoleh dengan
akal, tetapi tidak boleh dipisahkan dari
pendidikan budi pekerti dan pendidikan
rohani. Ia mengakui bahwa Islam yang
bersumber Al-Qur‟an
dan Al-Hadits itulah yang memajukan berbagai ilmu. Oleh karena itu pendidikan
harus berdasar dan tidak menyimpang dari sumber Islam tersebut.
Kedua,
tujuan pendidikan (kebangsaan) yang ingin dicapai
menurut H.O.S. Cokroaminoto adalah untuk menjadikan
anak didik sebagai seorang muslim yang sejati dan sekaligus menjadi
seorang nasionalis yang berjiwa besar penuh
kepercayaan kepada diri sendiri.
Sebagai
muslim yang sejati dan sekaligus nasionalis
hendaknya mempunyai keseimbangan baik ilmu umum
maupun ilmu agama. Maka disamping mempunyai akal yang
cerdas juga harus mempunyai budi pekerti yang utama, hidup
sederhana punya keberanian dan kemandirian,
serta cinta tanah air.
H.O.S.
Cokroaminoto lebih jauh merumuskan sistem pendidikan
yang Islami dengan menganjurkan dan menitikberatkan pada
keseimbangan antara ilmu agama dan ilmu umum,
dan pendidikan harus dapat mempertebal perasaan
kebangsaan, bukan sebaliknya mengagung-agungkan
budaya asing dan tercerabut dari akar
budaya sendiri. Berkaitan dengan masalah tersebut
harus ada lembaga Islam yang mengelola pendidikan kebangsaan
baik secara informal maupun non formal. Pendidikan tersebut harus
bertujuan mengangkat derajat dan martabat kemanusiaan dari setiap
individu manusia.
Ketiga,
prinsip pendidikan kebangsaan yang dikehendaki
oleh H.O.S. Cokroaminoto adalah cinta tanah air yaitu sekuat
tenaga mengadakan pendidikan untuk menanamkan perasaan
kebangsaan; memiliki keberanian yaitu selalu
menanamkan rasa keberanian terutama jihad
(bekerja keras mempropagandakan dan melindungi Islam)
karena hal itu termasuk bagian dari
iman; dan menanamkan sifat kemandirian, maksudnya
setiap orang harus berusaha dengan sungguh-sungguh dan
pantang memakan hasil pekerjaan orang lain dan
mampu mandiri tidak menggantungkan kepada orang lain.
3. Karya-karya H.O.S Cokroaminoto
Selain dikenal sebagai tokoh
sentral pergerakan nasional Tjokroaminoto juga merupakan penulis yang
kritis. namun, jarang sekali kita mengetahui informasi mengenai
karya-karyanya. padahal, karya-karya Tjokroaminoto sempat menjadi buku pegangan
wajib aktifis-aktifis Islam sampai akhir orde lama. Oleh karenanya penting
rasanya untuk membuat sedikit resume mengenai karya-karya Tjokroaminoto.
Disela-sela kesibukanya sebagai ketua CSI (Central Sarekat Islam), ia masih
menjadi direktur sekaligus pimpinan redaksi dari harian
Oetoesan Hindia yang berkantor di
Surabaya.
Tidak hanya itu, secara khusus ia menyempatkan menuliskan beberapa karya tulis.
Karya tulis itu antara lain :
1. Islam dan
Sosialisme pada tahun 1924
2. Program
Asas dan Program Tandhim Partai Sarekat Islam Indonesia pada tahun 1930
3. Tarich
Agama Islam, Riwayat dan Pemandangan atas Kehidupan dan Perjalanan Nabi Muhammad pada tahun 1931
4.
Reglemen Umum Bagi Ummat Islam pada tahun 1934
Islam dan
Sosialisme merupakan buku yang ditulis Tjokroaminoto dalam upaya menghadapi
pemikiran SI Semarang yang dipimpin Soemaoen. Buku 104 halaman ini,
secara konfrehensif mengungkap makna dari sosialisme. Ia pun menjelaskan bahwa
sosialisme sebagai suatu dasar pemikiran memiliki begitu banyak varian.
Pemikiran sosialisme Marx yang merupakan rujukan sosialisme modern, berakar
pada filsafat materialisme histories yang jelas-jelas bertentangan dengan
ajaran Islam. Karena menurutnya materialisme histories mengajarkan bahwa
material (benda)-lah satu-satunya yang ‘ada’ dengan begitu Marx menegasikan
hal-hal gaib termasuk Tuhan. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa prinsip dasar
sosialisme adalah kemerdekaan, kesamaan, dan persaudaraan, nilai-nilai ini
ternyata bukan hanya ada dalam Islam tetapi sudah pernah dilaksanakan secara
kongkrit pada masa Rasulullah dan para sahabat. Sehingga ia menuliskan dalam
salah satu bagian dari bukunya Islam dan Sosialisme dengan “bagi kita orang
Islam tidak ada sosialisme atau rupa-rupa isme yang lebih baik, yang lebih elok
dan lebih mulia melainkan sosialisme yang berdasar Islam itulah saja”. Buku ini
menjadi bukti begitu kuatnya pembacaan Tjokroaminoto terhadap karya-karya
pemikir Barat.
Buku
selanjutnya adalah Program Asas (Program Dasar) dan Program Tandhim (Program
Perjuangan) PSII, buku ini merupakan pegangan keorganisasian dari PSII.
Buku 99 halaman ini sesungguhnya sudah dirumuskan sejak Kongres Nasional ketiga
dan terus diperbaiki sampai disempurnakan pada Kongres di Yogyakarta pada tahun
1930. Menurut Ohan Sudjana buku ini selesai disusun di Bogor tanggal 26 Oktober
1931.
Begitu fenomenalnya buku ini, menurut kepercayaan sebagaian orang, buku ini
ditulis dengan dikte dari Rasullullah dalam mimpi Tjokroaminoto.
Buku ini membincangkan mengenai dasar Islam yaitu kalimat syahadat secara
konfrehensif dan konsekuensinya bagi setiap muslim. Ia menjelaskan bahwa
Al-Qur’an yang telah diturunkan oleh Allah 14 abad yang lalu sudah sempurna
sebagai pedoman manusia. Buku ini adalah penafsiran Tjokroaminoto terhadap
ajaran Islam dalam upaya menjawab dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang
berkembang lewat pergerakaan PSII. Hal-hal yang dibahas antara lain; persatuan
umat Islam, penghidupan rakyat, sifat pemerintahan, pengajaran dan pendidikan,
dan lain-lain.
Menurut
Tjokroaminoto dalam buku ini program asas PSII disusun dalam enam tingkatan
perjuangan yaitu: persatuan umat, kemerdekaan umat, sifat pemerintahan,
penghidupan ekonomi, keadaan dan derajat manusia, dan kemerdekaan sejati. Di
sisi lain, adapun program tanzim partai tentang perlawanan dan sandaran gerak
perlawanan terdiri dari tiga pokok, yaitu: bersandar kepada sebersih-bersih
tauhid, bersandar kepada ilmu (wetenshap), dan bersandar kepada siasah
(politik) yang berkenaan dengan bangsa dan negeri tumpah darah sendiri, dan
politik menuju maksud akan mencapai persatuan atau perhubungan dengan umat
Islam di lain negeri (Pan Islamisme).
Tarich Agama
Islam, Riwayat dan Pemandangan atas Kehidupan dan Perjalanan Nabi Muhammad
adalah karyanya yang menjadi alternatif bagi umat muslim Indonesia untuk
mempelajari sejarah Islam dan Nabi Muhammad SAW. Dalam kata pendahuluan buku
setebal 203 halaman ini, ia mengungkapkan bahwa buku yang membahas
tentang ini tebalnya beratus-ratus halaman dan lewat bukunya akan memudahkan
memahaminya. Referensi Tjokroaminoto dalam penulisan buku ini adalah
karangan ulama Islam di negeri Barat. Hal ini dipahami karena ketidakfasihanya
akan bahasa arab. Pada perkembangannya buku ini dikritik oleh beberapa ulama
Indonesia sendiri karena ulama-ulama rujukan Tjokroaminoto seperti Maulwi
Muhammad Ali adalah ulama Ahmadiyah yang memang pada saat itu sudah mulai ada
kecurigaan terhadap penyelewengan ajaran ini. Namun terlepas dari itu lewat
buku ini Tjokroaminoto ingin membangkitkan optimisme bangsa Indonesia bahwa
dengan menegakan Agama Allah umat terdahulu diberikan kejayaan yang luar biasa.
Terakhir
buku ‘Reglemen Umum Bagi Ummat Islam’ adalah buku yang ditulis terakhir
menjelang kematiannya. Buku ini dibicarakan dalam kongres PSII ke XIX di
Jakarta dan disahkan dalam kongres PSII ke XX di Banjarnegara pada 20-26 Mei
1934, hanya beberapa bulan sebelum Tjokroaminoto wafat. Buku 69 halaman ini
berisi 20 bab yang mencoba menjelaskan sekelumit tentang kehidupan dan
solusinya yang disandarkan kepada Al-Qur’an dan Hadis. Dalam buku ini sifat
keulamaan Tjokroaminoto begitu menonjol, sehingga tidak berlebihan kalau
ia juga dapat kita sebut sebagai ulama.
Adapun 20
bab yang dibahas dalam buku ini adalah: (1) pedoman umum bagi kehidupan sosial
Islam, (2) maksud dan tujuan hidup di dunia, (3) petunjuk budi pekerti utama,
(4) petunjuk tentang keadilan dan kejujuran, (5) petunjuk kebenaran dalam
perkataan, (6) petunjuk kebaikangkan budi yang seluas-luasnya, (7) petunjuk
mengikat perjanjian dan persaksian, (8) petunjuk iman dan Keislaman sejati, (9)
petunjuk persatuan muslimin, (10) petunjuk memilih pimpinan dan menurut
pimpinan, (11) petunjuk membuat jalan yang benar, (12) petunjuk melakukan
perbuatan ibadah yang benar, (13) petunjuk anggapan hidup di dunia, (14)
petunjuk budi pekerti terhadap keluarga, (15) petunjuk maksud perhubungan
perkawinan, (16) petunjuk kelakuan dan penjagaan terhadap anak yatim, (17)
petunjuk contoh keutamaan terhadap lain-lain orang, (18) petunjuk kebaikan
sosial ekonomi, (19) petunjuk memerintahkan barang yang benar dan melarang
barang yang salah, serta (20) petunjuk lebih mementingkan keperluan umat dari
pada keperluan atau urusan sendiri.
4.
Tokoh-tokoh yang pernah berguru
kepada H.O.S Cokroaminoto
Jauh sebelum memilih jalan hidupnya
masing-masing, tiga tokoh pergerakan Soekarno, Semaoen, dan Kartosoewirjo
pernah tinggal bersama. Mereka menjadi murid dari pemimpin Sarekat Islam Hadji
Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.
Di sebuah jalan kecil bernama Gang
Paneleh VII, di tepi Sungai Kalimas, Surabaya, rumah Tjokroaminoto berada.
Rumah itu bernomor 29-31.
Setelah menjadi pemimpin SI yang
anggotanya 2,5 juta orang, Tjokroaminoto yang saat itu berusia 33 tahun tidak
memiliki penghasilan lain, kecuali dari rumah kos yang dihuni 10 orang itu.
Setiap orang membayar Rp 11. Istri Tjokro, Soeharsikin, yang mengurus keuangan
mereka.
Banyak alumni rumah kos tersebut
yang menjadi tokoh pergerakan sebelum kemerdekaan. Soekarno yang kemudian
mendirikan Partai Nasional Indonesia. Semaoen, Alimin, dan Musso menjadi
tokoh-tokoh utama Partai Komunis Indonesia serta SM Kartosoewirjo yang kemudian
menjadi pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Di rumah itu
juga, tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti KH Ahmad Dahlan dan KH Mas Mansyur
sering bertukar pikiran.
Soekarno
Soekarno 'mondok' di rumah
Tjokroaminoto pada usia 15 tahun. Ayah Soekarno, Soekemi Sosrodihardjo,
menitipkan Soekarno yang melanjutkan pendidikan di Hoogere Burger School (HBS).
Saat itu, tahun 1916, Tjokroaminoto sudah menjadi Ketua Sarekat Islam,
organisasi politik terbesar dan yang pertama menggagas nasionalisme.
Dalam salah satu biografinya yang
ditulis Cindy Adams, Soekarno mengenang Tjokroaminoto sebagai idolanya. Dia
belajar tentang menggunakan politik sebagai alat mencapai kesejahteraan rakyat.
Dia belajar tentang bentuk-bentuk modern pergerakan seperti pengorganisasian
massa dan perlunya menulis di media. Sesekali Soekarno menulis menggantikan
Tjokro di Oetoesan Hindia dengan nama samaran Bima. Soekarno juga kerap
menirukan gaya Tjokroaminoto berpidato.
SM Kartosoewirjo
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo
muda mulai tertarik pada dunia pergerakan saat bersekolah di Nederlandsch
Indische Artsen School atau biasa disebut Sekolah Dokter Jawa yang berlokasi di
Surabaya pada 1923. Dia gemar membaca buku-buku milik pamannya, Mas Marco
Kartodikromo yang sebagian besar buku beraliran kiri dan sosialisme.
Marco dikenal sebagai wartawan dan
aktivis Sarikat Islam beraliran merah. Terpengaruh berbagai bacaan itu,
Kartosoewirjo terjun ke politik dengan bergabung dengan Jong Java dan kemudian
Jong Islamieten Bond.
Guru utamanya di dunia pergerakan
sekaligus guru agamanya adalah Hadji Oemar Said Tjokroaminoto. Kartosoewirjo
begitu mengagumi dan terpesona dengan Tjokroaminoto yang sering berpidato dalam
berbagai pertemuan. Kartosoewirjo melamar menjadi murid dan mulai mondok di
rumah Ketua Sarekat Islam itu di Surabaya.
Untuk membayar uang pondokan,
Kartosoewirjo bekerja di surat kabar Fadjar Asia milik Tjokroaminoto. Ketekunan
dan kecerdasan membuatnya menjadi sekretaris pribadi Tjokroaminoto.
Tulisan-tulisan yang berisi
penentangan terhadap bangsawan Jawa (termasuk Sultan Solo) yang bekerjasama
dengan Belanda menjadi ciri khas Kartosoewirjo. Dalam artikelnya tampak
pandangan politiknya yang radikal. Dia juga sering mengkritik pihak nasionalis.
Kartosoewirjo bersama Tjokroaminoto hingga tahun 1929.
Pada masa perang kemerdekaan
1945-1949, Kartosoewirjo terlibat aktif tetapi sikap kerasnya membuatnya sering
bertolak belakang dengan pemerintah. Kekecewaannya terhadap pemerintah
membulatkan tekadnya untuk membentuk Negara Islam Indonesia yang diproklamirkan
pada 7 Agustus 1949. Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh bergabung.
Perjuangan Kartosoewirjo berakhir
ketika aparat keamanan menangkapnya setelah melalui perburuan panjang di
wilayah Gunung Rakutak di Jawa Barat pada 4 Juni 1962. Soekarno yang menjadi
presiden, teman kosnya semasa di Surabaya, adalah orang yang menandatangani
eksekusi mati Kartosoewirjo pada September 1962.
Semaoen
Semaoen adalah Ketua Partai Komunis
Indonesia (PKI) pertama. Kemunculannya di panggung politik pergerakan dimulai
di usia belia, 14 tahun. Saat itu, tahun 1914, ia bergabung dengan Sarekat
Islam (SI) wilayah Surabaya.
Pertemuannya dengan Henk Sneevliet
tokoh komunis asal Belanda pada 1915, membuat Semaoen bergabung dengan Indische
Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda
(ISDV) cabang Surabaya.
Aktivitasnya yang tinggi dalam
dunia pergerakan membuatnya berhenti bekerja perusahaan kereta Belanda. Saat
pindah ke Semarang, dia menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu, dan
Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang.
Pada tahun 1918 dia juga menjadi
anggota dewan pimpinan di Sarekat Islam (SI). Sebagai Ketua SI Semarang,
Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh. Bersama-sama dengan Alimin dan
Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan
memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda.
Sikap dan prinsip komunisme yang
dianut Semaoen membuat renggang hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23
Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan
kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai
ketuanya.
PKI pada awalnya adalah bagian dari
Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya membuat kedua kekuatan
besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921.
Pada akhir tahun itu juga dia
meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya
sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia
mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk meraih pengaruhnya
kembali di SI tetapi kurang berhasil.
BAB III: PENUTUP
HOS Cokroaminoto adalah seorang pahlawan yang sangat berperan dalam perjuangan
melawan kolonialisme dan imperialisme. Pemikirannya sangat berpengaruh di
Indonesia terutama dalam menghadapi penjajahan atau kolonialisme. HOS
Cokroaminoto juga merupakan seorang guru besar yang harus di ketahui oleh
bangsa Indonesia. Pemikiran dan perjuangan beliau cukup berpengaruh pada masa
perjuangan kemerdekaan hingga saat ini. Ia memiliki beberapa murid yang
menggambarkan keluasan pengetahun dan kehebatan pemikiran beliau. Musso yang berpaham komunis, Soekarno yang
berpaham Nasionalisme dan Kartosuwiryo agamis.
Dengan
memahami sejarah perjuangan para pahlawan Indonesia, maka peran generasi saat
ini adalah bagaimana melawan penjajah yang tidak lagi berupa fisik namun
penjajahan ekonomi dan mental/ideologi.
Daftar pustaka
Herry Mohammad, DKK.
2006. Tokoh-tokoh Islam yang
berpengaruh abad 20. Jakarta. Gema Insani
Press
Aji Dedi Mulawarman. Jang Oetama, jejak perjalanan H.O.S
Tjokroaminoto.2014. Jogjakarta. Galang
Press
HOS Tjokroaminoto. 1985. Tafsir Program Asas dan Program Tandhim
Syarikat Islam Jakarta: Yayasan
Bina Sari lihat jugaSudjana
kartosoewirjo.html