Jumat, 13 Mei 2016

agama Islam dan logika



ARTIKEL ILMU, FILSAFSAT DAN LOGIKA
AGAMA ISLAM DAN LOGIKA

Islam adalah agama yang sesuai dengan akal dan logika. Namun, ia bersandar pada nasnas, dan ini tentu menuntut ketundukan dan kepatuhan mutlak. Bisakah Anda menjelaskan persoalan ini kepada kami?
Ya, memang demikian. Islam sesuai dengan akal dan logika serta mengharuskan sikap tunduk dan patuh. Akal dan logika tidaklah bertentangan dengan sikap tunduk dan patuh. Bisa jadi sesuatu itu logis dan pada waktu yang sama menuntut ketundukan. Demikian pula, seseorang tidak bisa mengatakan bahwa sesuatu yang harus dipatuhi pasti tidak logis. Logika tidak menerima pernyataan semacam itu. Sekarang marilah kita jelaskan masalah ini dalam ruang lingkup akal dan logika.
Islam membahas banyak persoalan yang harus diimani lewat kitab sucinya yang membaca alam dan menjelaskannya kepada kita secara rasional dan logis. Setelah membuktikan ketuhanan Allah Swt. dengan cara tersebut, ia membahas kenabian yang terkait dengan sekaligus merupakan konsekuensi logis dari ketuhanan itu dengan dalil-dalil yang sangat memuaskan. Para nabi memberikan petunjuk tentang serta menerangkan masalah ketuhanan dengan dalil-dalil rasional dan logis. Setelah kematian, seluruh manusia pasti dibangkitkan untuk memulai kehidupan abadi. Jika tidak, tentu naluri cinta manusia kepada keabadian yang diberikan kepadanya akan sia-sia dan sama sekali tidak berarti. Karena Allah Swt. jauh dari kesia-siaan, tentu Dia memberikan petunjuk tentang kehidupan abadi itu kepada manusia. Zat yang telah menciptakan alam pada mulanya itulah yang akan menciptakan kembali makhluk-makhluk ini.
Al-Quran adalah kalam Allah. Seandainya seluruh jin dan manusia berkumpul untuk mendatangkan satu ayat saja yang serupa dengan ayat Al-Quran, pasti mereka tidak akan mampu melakukannya. Karena merupakan kalam Allah, suhuf-suhuf pertama dalam bentuknya yang asli dan suci, seperti Taurat, Injil, dan Zabur, yang dibenarkan oleh Al-Quran adalah juga kalam Allah.
Kita tidak akan menjelaskan secara rinci masalah ini yang telah kami terangkan di tempat lain secara gamblang. Kita menyebutkannya untuk menunjukkan sebuah pandangan. Setelah membuktikan dan menerangkan seluruh persoalan akidah secara rasional dan logis, kita sampai pada satu ruang yang tidak bisa dilalui oleh kaki logika dan segala perangkatnya. Sejumlah hakikat kebenaran yang dirasakan manusia dalam naluri dan hatinya demikian kuat hingga seluruh dalil tampak begitu lemah. Ini adalah masalah tingkat Dan merupakan hal yang sangat alami. Pribadi-pribadi luhur semacam Imam Rabbani, setelah menyempurnakan “perjalanan dari Allah”, menyebutkan pula bahwa manusia membutuhkan dalil. Tetapi, ini adalah untuk orangorang berkedudukan tinggi semacam mereka dan tidak ada hubungannya dengan orang-orang seperti kita.
Sesungguhnya seluruh perbuatan dan kreasi Allah Swt. bersandar pada akal dan logika. Bagaimana tidak, Dia adalah Zat Yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana. Tidak satu pun yang berasal dari-Nya sia-sia. Kita melihat ketika manusia bekerja dalam wilayah ilmu fisika, kimia, dan astronomi, berkat hukum-hukum pada pengetahuan tersebut, ia sampai kepada sejumlah prinsip yang kokoh. Namun, kita menyaksikan bahwa apa yang dilakukan dan dicapai oleh orang paling mahir dan paling cerdas sekalipun tetap tidak berarti bila dibandingkan dengan kreasi Allah Swt. Dia memiliki hikmah dalam setiap perbuatan, hikmah yang pasti rasional dan logis.
Tanda-tanda kekuasaan Allah di alam raya dan di diri kita sejatinya mengikat kita dan mengarahkan kita untuk beriman kepada-Nya. Pada mulanya kita melihat akal dan logika, namun pada akhirnya kita melihat sikap tunduk dan patuh. Bila kita tunduk kepada-Nya, kita harus menaati semua firman-Nya. Dalam hal ini tentu saja di hadapan kita muncul berbagai hal terkait dengan ibadah, seperti salat, puasa, zakat, dan haji, berbagai hal yang terkait dengan penghambaan.
Pelaksanaan ibadah adalah salah satu manifestasi ketundukan dan kepatuhan. Namun, di sini kita tetap bisa menilai semua itu dengan akal dan logika sekaligus memerhatikan hikmahhikmah yang terkandung. Pasti ada hikmah terkait dengan waktu-waktu kewajiban salat. Gerakan-gerakan salat sebagaimana diajarkan pasti tidak berlalu begitu saja namun mempunyai maksud tertentu. Membasuh anggota tubuh tertentu saat wudu pasti bersandar pada manfaat dan hikmah tertentu. Demikian pula salat jamaah yang berperan penting dalam menata kehidupan sosial dan kewajiban zakat yang berperan positif dalam membangun keseimbangan antara si kaya dan si miskin. Manfaat kesehatan dalam puasa juga tak terhitung. Aturan-aturan hukuman dalam Islam pun memuat pelajaran dan hikmah yang menakjubkan. Seandainya semua itu ditelaah secara mendalam dengan akal dan logika, tentu kita akan sampai pada titik yang sama, yaitu ketundukan dan kepatuhan.
Misalnya ibadah haji. Sejak awal kita menerima ibadah haji sebagai kewajiban, karena Allah Swt. berfirman, “Pergi haji ke Baitullah adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang sanggup melakukan perjalanan ke sana.”[1] Artinya, haji wajib bagi setiap lakilaki dan perempuan yang mampu pergi ke Baitullah. Pandangan ini bermula dari titik ketundukan dan kepatuhan. Kita mengucapkan, “Labbayk Allâhumma labbayk (Ya Allah, kami memenuhi panggilan-Mu).” Lalu, kita pergi ke Baitullah seraya melihat dan menelaah manfaat haji bagi dunia Islam. Kita melihatnya sebagai muktamar Islam internasional yang diikuti oleh seluruh lapisan. Ia membangun sebuah lahan subur untuk menjadikan kaum muslim sebagai satu tubuh lewat jalan tersingkat. Jika kita melihatnya dari sisi keadilan sosial, kita menyaksikan bahwa berkumpulnya seluruh manusia, baik miskin maupun kaya, baik alim maupun awam, di tempat yang sama dan dalam kondisi yang sama demi tujuan yang sama: memperlihatkan penghambaan kepada Allah Swt., ibadah haji meyakinkan kita bahwa Islam adalah sebuah sistem universal sekaligus membuat kita lebih percaya kepada Islam.
Jadi, sama saja apakah titik tolak kita dari akal dan logika hingga sampai pada sikap tunduk dan patuh, atau titik tolak kita dari ketundukan dan kepatuhan hingga sampai pada akal dan logika; Hasilnya sama. Karena itu, dari satu sisi Islam adalah agama yang rasional dan logis dan dari sisi lain adalah ketundukan dan kepatuhan. Dalam urusan tertentu ia bertolak dari akal dan logika guna sampai pada sikap tunduk dan patuh, sementara dalam urusan lain ia bertolak dari sikap tunduk dan patuh guna akhirnya sampai pada akal dan logika. Tatanan Ilahi yang meletakkan alam di hadapan kita sebagai kitab terbuka juga memiliki karakteristik yang sama.

Jumat, 11 Desember 2015

islam wahyu dan akal



ISLAM: WAHYU DAN AKAL
PENGANTAR FILSAFAT
DOSEN PENGAJAR: WIRA SUGIARTO, S.it, M.pdi














DISUSUN OLEH: IMAM ASNAWI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI BENGKALIS (STAIN)
TAHUN AKADEMI 2015/2016

ISLAM : WAHYU DAN AKAL
Islam pada abad pertengahan adalah Islam yang besar. Yang mana banyak berlahiran para pemikir-pemikir Islam. Seperti Ibnu Sina (avicenna) yang terkenal dengan ilmu kedokterannya. Bahkan tebersit kabar buku ensiklopedi kedokteran yang Ia tulis mampu menguasai eropa selama hampir 500 tahun di jadikan sebagai landasan ilmu kedokteran disana. Lain halnya dengan Ibnu Rusyd (averous) tokoh Islam dari Spanyol ini terkenal dengan buku filsafatnya yang mengkritik buku tulisan Al ghazali, sedangkan Al Farabi adalah salah satu tokoh Islam yang sungguh keterlaluan cemerlang otaknya. Dan masih banyak lagi.
Pada pertengahan abad lalu Islam tengah menikmati masa keemasannya. Itu bertepatan pada massa pemerintahan tiga Dynasti yaitu Umaiyah, Abbasiyah, dan Fatimiyah. Disitulah Islam sedang menguasai Eropa. Peradaban besar Islam mulai di bangun.
Andalusia menjadi pusat peradaban pendidikan dunia. Disini banyak didirikan universitas-universitas Islam, pusat para Ilmuan-ilmuan Islam melakukan pengkajian, penelitian, serta pengembangan Ilmu pengetahuan. Tak ketinggalan gedung perpustakan nan megah didirikan disini. Sehingga mengundang banyak orang dari seluruh penjuru berdatangan untuk menimba ilmu di sini.
Semua itu terjadi karena Islam gemar sekali melakukan pengkajian. Menelaah suatu kasus. Mengkaji atau menfsirkan Al-Quran. Lantas hasilnya mereka tulis dan dibukukan. Itulah budaya Islam dahulu. Yang mampu membawa ke masa keemasannya.
Mereka gemar sekali berfikr. Seolah itu menjadi sarapannya. Dan kemudian mengabadikannya dalam bentuk tulisan-tulisan. Elok sekali budaya Islam tempo dulu. Berfikir dan Menulis adalah budaya yang berhasil membawa ke masa emas.
Islam bersumberkan al-Quran dan as-Sunnah. Al-Quran diturunkan 15 abad yang lalu mengandungi peringatan dan koreksi diri yang dalam dan kuat luar biasa serta memiliki sifat-sifat yang dinamik singkat tapi amat kuat. Peringkat awal adalah tahap tingkat kesedaran manusia dalam kenyataan eksistensinya di tengah masyarakat yang selanjutnya mengatur hubungan individu dan masyarakat serta Tuhan.
    Al-Quran adalah kitab Tuhan yang diturunkan kepada nabi Muhammad yang direalisasikan dalam praktik kehidupannya. Al-Quran adalah firman Tuhan yang diturunkan ke dalam hati Muhammad yang diucapkannya dan dipraktekkannya sepanjang hidupnya. Al-quran adalah wahyu. Islam adalah agama wahyu. Al-Quran identik dengan Islam. Kitab Tuhan itu mutlak benar. Apapun yang diungkapkannya adalah sumber kejayaan umat manusia. Gagal mematuhi kitab Tuhan akan membawa kehancuran dan kerusakkan kepada siapapun. Kitab Tuhan menapis kitab-kitab lain yang membawa kepalsuan. "Tuhan menghapuskan kepalsuan dan memusnahkan kepalsuan dan membenarkan kebenaran dengan kalimahNya." (42:24). Apapun teori, apapun gagasan, dari manapun dan siapapun yang mengutarakannya tetap punya nilai relatif, tetapi tidak bermakna kita tidak boleh membaca kitab lain.
        Pengalaman nabi ketika menerima wahyu yang pertama, ketika Ia menyatu dalam kesedaran yang paling dalam disertai dengan gejala-gejala fizik pernah diklaim oleh para orientalis maupun sejarahwan modern bahawa nabi Muhammad menderita penyakit "gila babi".Ternyata pernyataan tersebut hanyalah tuduhan belaka yang sengaja dibuat untuk menghancurkan keotentikkan al-Quran kerana pengalaman tersebut terjadi setelah beliau berumur 40 tahun yang tidak pernah berlaku sebelum karier kenabiannnya. Hadis menceritakan pengalaman seperti ini berlaku pada waktu penerimaan wahyu dan tidak pernah terjadi secara terpisah, lalu kenapa penyakit ini tidak diketahui oleh penduduk Mekah atau Madinah waktu itu. Namun keotentikan al-Quran terjaga dan cabaran Tuhan untuk memusnahkannya tidak pernah berjaya. Ia tetap unggul.
        Quran menceritakan tentang kisah kejatuhan kaum atau bangsa dan tamaddun dalam zaman purba seperti Firaun, Aad, Tsamud, Midian, Yunani dan Romawi, begitu juga dengan tamaddun Islam yang pertama, kerana pengabaian terbesar ialah pengabaian terhadap al-Quran. Umat Islam telah mengamalkan politik puak-puak dan faksionalisme, faham kesukuan sehingga terjadi perebutan kuasa di antara tokoh-tokoh pemimpin. Quran melarang kezaliman, cara hidup mewah dan membazir tetapi malah ini yang dilakukan.
        Gerakan kebangkitan semula Islam dengan slogan kembali kepada kitab Allah adalah satu-satunya jalan kejayaan. Jalan lain adalah jalan kegagalan. Orang Barat menganggap masyarakat Islam sejak abad ke 13H/19M adalah satu masyarakat yang mati yang menerima pukulan-pukulan dari pengaruh Barat. Tetapi gerakan modern telah berusaha membangun kembali umat Islam yang antara lain diketuai oleh Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha, Muhammad Ali B. Abdul Wahab, Sayid Ahmad Khan, Muhammad Iqbal, Muhammad Ali dan banyak lagi.
        Sayid Ahmad Khan pernah berkata, "Jika masyarakat kita tidak menghentikan pemahaman agama secara membuta, apabila mereka tidak mencari cahaya yang ada di dalam al-Quran dan al-Hadis yang tidak diperselisihkan lagi kebenarannya dan tidak menyesuaikan agama dengan ilmu pengetahuan masa kini maka Islam akan lenyap."
        Panduan pertama ialah al-Quran. As-Syahid Sayid Qutb pernah mengatakan, "generasi pertama adalah generasi terbaik, generasi Quranik sementara Hadis adalah photostate daripada al-Quran." Sementara tokoh-tokoh modernis yang menyerukan supaya umat Islam kembali kepada kitab Allah, tokoh-tokoh Barat pula mengkhuatirkan keadaan ini. Gladstone, bekas Perdana Menteri Inggeris berkata,"Selagi al-Quran berada di tangan kaum muslimin maka selama itulah penjajahan Eropah tak dapat menguasai dunia Timur." Misioneris Takley berkata, "Kita mesti menggunakan al-Quran. Al-Quran merupakan senjata yang ampuh untuk melawan Islam. Kita mesti erangkan kepada kaum muslimin bahawa kebenaran dalam al-Quran bukanlah benda baru dan yang baru di sini bukanlah kebenaran."
        Panduan kita yang kedua ialah al-Hadis yang dinyatakan sebagai tingkat kedua setelah al-Quran.Al-Hadis sering mendampingkan rasulullah dengan Allah bila berbicara tentang otoriti yang memerintahkan kaum beriman supaya beriman kepada Allah dan RasulNya. "Tidak demi Tuhanmu mereka tidak akan dikatakan beriman, sehingga mereka berhakim kepadamu dalam perselisihan mereka dan tidak keberatan dalam hati mereka mengenai keputusan yang engkau berikan tetapi tunduk kepadanya dengan sepenuh hati."An-Nisa':46. Selanjutnya dengan hujah-hujah naqli maupun aqli para pemikir Islam dari dulu hingga sekarang telah sepakat menerima Hadis sebagai sumber norma dalam al-Quran.
        Memang ada sebagaian pemikir Islam yang terpengaruh dengan cara pemikir Barat yang bersikap skeptis terhadap Hadis sebagai status hukum, antaranya mereka berpendapat bahawa selama nabi hidup, beliau hanya meninggalkan al-Quran sebagai pedoman atau putusan-putusan keagamaan dan melarang ucapan-ucapannya dicatat kerana khuatir akan bercampur dengan al-Quran. Mereka juga mendakwa bahawa periode selepas nabi timbulnya hadis-hadis palsu yang dibuat oleh kaum munafik dan hadis yang sengaja diada-adakan untuk menguatkan faham, aliran atau sekte tiap golongan konsekwensinya kesukaran untuk mencari hadis yang benar-benar berasal dari nabi. Begitu juga tidak adanya jaminan dari yang mutlak, dari Allah untuk menjaganya daripada penyelewengan seperti penjagaan al-Quran, adalah suatu kemungkinan yang tipis untuk mengklaim sedemikian banyak materi hadis betul-betul dari nabi.
        Hadis muncul secara besar-besaran pada abad ke 2H/8M dan dikumpul secara sistematik menjadi kumpulan yang lengkap dengan matan dan sanad sekitar 200 tahun setelah kewafatan nabi. Paling depan di antara kitab shahih oleh Muhammad bin Ismail al-Bukhari (194-256H/310-870M), Muslim Ibnu al-Hajjaj (Wafat 261H/875M), Abu Daud (Wafat 275H/888M), Tirdmidzi (Wafat 279H/892M), An-Nasai' (Wafat 303H/916M) dan Ibnu Majah ( Wafat 273H/886M). Ahli-ahli sejarah sependapat bahawa kemunculan hadis pertama tanpa dukungan sanad tetapi setelah disempurnakan dalam ilmu Hadis iaitu kritik terhadap sanad.
        Seorang sahabat, Abu Dzar dikatakan telah meriwayatkan bahawa nabi pernah mengatakan , "Barangsiapa yang mengatakan , Tidak ada Tuhan Selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, Ia akan masuk syurga. Kemudian sahabat bertanya apakah pintu syurga akan dibuka bagi orang seperti itu walaupun Ia berzina dan mencuri, nabi mengiyakan. (H.R.Muslim dan Buhkari). Hadis ni dikritik oleh beberapa orang ilmuwan, misalnya Fazlur Rahman seorang professor Islamic Studies di Chicago University, asal Pakistan, Ia meragukan hadis ini berasal dari nabi, kerana al-Quran secara tegas menyatukan antara "AMAL SALEH" dan "IMAN". Secara history hadis ini dibuat untuk menolak doktrin Khawarij bahawa seseorang yang berbuat dosa besar adalah kafir yang akhirnya diterima sebagai esensi Islam.
        Menolak semua hadis memang merupakan satu faham yang ekstrim dan tidak berpijak di atas alasan ilmiah mahupun sejarah, tetapi menerima sepenuhnya juga sangat berbahaya baik ditinjau secara ilmiah mahupun fakta sejarah dan memang perlu suatu pembuktian bahawa suatu hadis itu betul-betul berasal dari nabi dan tidak bertentangan dengan al-Quran.
        Dalam shalat nabi adalah satu figur yang berdiri di tengah-tengah umat Islam pada masa itu, dalam kesepakatan, konsensus atau ijmak umat yang disaksikan secara kongkrit adalah satu yang logik praktek shalat yang diajarkan hadis berasal dari nabi meskipun tidak terperinci dalam al-Quran. Sebelumnya hadis memang wujud di tengah-tengah kaum muslimin, meskipun tidak tersusun secara sistematik, samada melalui khutbah yang formal mahupun perjumpaan-perjumpaan kecil yang informal. Tidak ada keraguan lagi kita harus berpegang teguh dengan Quran sebagai kitab Tuhan yang primer dan hadis sebagai inteprestasi yang sekunder.
        Quran bukanlah kitab misterius dan sulit digahami sehingga memerlukan berbagai-bagai syarat. Seandainya demikian Quran tidak akan bisa berbicara kepada umat secara meluas. Memang ada beberapa masalah yang memerlukan kita berkonsultasi langsung dengan seorang ahli. Ini berada di daerah kemampuan kita. Ada juga di kalangan umat Islam yang melarang penafsiran al-quran dengan akal padahal Islam menghargai akal dan meletakkannya pada posisi yang tinggi. Quran juga bukanlah dalil-dalil mati. Perintah Tuhan yang pertama kepada umat Muhammad ialah supaya membaca dan mengkaji, tapi sayang berapa ramai di antara kita yang mahu mengikuti perintahnya.
        Budaya tutup mulut dari semasa ke semasa semakin melembaga dalam masyarakat Islam. Perasaan takut yang sering menghantui fikiran menyebabkan kurangnya pembedahan-pembedahan terhadap masalah-masalah baru. Sensitif terhadap pemikiran-pemikiran baru dan menganggap tabu pemikiran lama menjadikan umat Islam statik dalam berfikir dengan tercanangnya ; "penutupan pintu ijtihad" dan berjangkitnya "Roh Taklid".
        Dewasa ini banyak usaha yang dilakukan oleh orang-orang tertentu untuk memonopoli agama dan menjadikannya beku, sekaligus berusaha mempertahankan semangat taklidisme dan fanatisme terhadap fikiran-fikiran lama yang menjadikan manusia jumud, beku dan terkebelakang, kerana tidak menghormati akal manusia sehingga sanggup menekan pendapat orang lain demi mempertahankan kepentingannya. Usaha mereka ini telah melahirkan masyarakat Islam yang merasa rendah diri dan tidak yakin terhadap kemampuan yang ada dalam membelah cakrawala ilmu pengetahuan.
        Pendewaan kepada tok guru, pemimpin, tokoh-tokoh masyarakat atau para wali sekalipun hanya menjadikan seseorang itu tidak lagi kritis selain hanya bersikap menolak pendapat orang lain yang bercanggah dengan pendapatnya dan anutannya. Padahal untuk berfikir objektif kita harus menjaga daripada sikap suka menolak apa yang nampaknya kita tidak setuju juga sebaliknya.
        Abad matinya dinamika berfikir di mana manusia beragama secara taklid buta, percaya kepada sesuatu pernyataan kerana percaya kepada orang yang memberikannya. Pemikiran manusia bagaimanapun, di manapun, kini atau kemarin tetap punya nilai relatif. Bolah jadi pemikiran mereka sesuai untuk hari ini tapi tidak akan datang. Penafsiran apapun terhadap Islam tetap punyai nilai subjektif di samping nilai objektif. Oleh itu kita harus memberi kepada apapun bentuk pemikiran, pendapat atau wawasan betapapun aneh kedengarannya tidak jarang ternyata ianya benar di kemudian hari. Apalagi pada zaman ini para intelektual harus menilai kembali warisan Islam tradisional dalam menghadapi cabaran zaman yang semakin maju.
        Islam menganjurkan kita untuk mempelajari nilai-nilai universal dari manapun sumbernya, Timur atau Barat, dengan anjuran atau saranan yang digalakkan oleh Islam tidaklah beerti Islam itu kurang malah Ia menjadi lengkap dengan adanya motivasi tersebut. H Endang Saifussin Anshari pernah mengatakan, "Nilai-nilai Islam itu berdemensi kemarin, kini dan masa depan. Melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional yang negatif dan mencari nilai-nilai yang berorientasikan kepada masa depan iaitu nilai Islam itu sendiri.
        Untuk membina asas satu tamaddun Islam yang baru kita perlu menghidupkan semula, membangun, memperluas dan memperdalam gerakan intelektual sebagai asas kepada kebangkitan semula Islam dengan menghormati akal manusiadisamping memerintahkan bersikap kritis dan terbuka atas segala sesuatu serta menggalakkan daya inisiatif, mewajibkan menuntut ilmu melarang taklid buta.
        Abad ke-14 di Eropah adalah abad penguasaan gereja dan berlakunya beberapa tragedi penekanan akal dan pemikiran yang bertentangan dengan cita rasa pihak gereja. Tragedi dahsyat inilah yang telah menemukan diri orang-orang Eropah yang menurut para pendita dan kalangan gereja itulah yang menjadikan sumber kesengsaraan kerana mereka telah mengabaikan unsur-unsur progresif dan mempopulerkan penuhanan manusia sehingga bekunya kebebasan dan kemerdekaan. Tetapi di abad ke-15 dan 16 mereka bangkit secara besar-besaran setelah lama berpijak di atas tradisi dan di abad ke-17, 18 dan 19 telah memunculkan kelas intelektual yang bebas dan sedar, yang berfikir, menyelidik, menganalisa, mengevaluasi semua ruang secara kreatif, kritis, selektif dan cermat yang sekaligus membidani tamaddun dunia abad ke-20. Abad gereja agama tidak serasi dengan pemikiran atau akal, tetapi Islam tetap menjunjung penggunaan akal.
        Berfikir adalah proses mencari kebenaran. Sebagai manusia apalagi pelajar yang selalu bergaul dengan fikiran dan kedisiplinan ilmu wajarlah untuk kita mempertanyakan dan menyelidiki sesuatu perkara akan kebenarannya. Di abad ini kta perlu melahirkan intelektual-intelektuan, para ahli fikir yang mampu membimbing umat Islam. Alangkah prihatinnya kalau kita selalu mengulangi pengalaman orang lain yang tentunya tidak seiring dengan zaman dan situasi budaya kita. Oleh itu kita harus menjadikan diri kita siap pakai, harus berani berfikir sendiri dan berfikir merdeka.
        Berfikir merdeka tidak semestinya menolak segala sesuatu yang datang dari orang lain . Kita tidak menolak adanya integrasi generasi tua dan generasi muda. Bersikap anarki menolak segala sesuatu yanpa selektif dan penelitian, jelas itu tidak rasional. Gagasan intelektual setidaknya membebaskan diri kita dari sikap ketergantungan, budaya tutup mulut kepada sikap percaya diri. Umat Islam harus mengadakan satu revolusi berfikir untuk mengintreprestasikan dan formulasi tentang Islam dengan bahasa abad ilmu pengetahuan dan teknologi dan bersedia menerima nilai atau norma-norma dari manapun sepanjang ianya bersesuaian dengan Al-Islam itu sendiri. Tugas kita untuk membersihkan agama Islam dari segala macam bid'ah dan khurafat yang telah melembaga dan berkembang dalam tubuh umat Islam kepada kemurnian yang asal seperti yang pernah diajarkan nabi. Muhammad SAW.
"Sampaikanlah berita gembira kepada hamba-hambaKu yang mahu mendengarkan Qaul; pendapat atau idea; kemudian Ia mengikuti mana yang lebih baik di antaranya, merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk dan pimpinan darui Allah dan mereka jugalah orang-orang yang mempunyai akal fikiran yang jernih." (Az-Zumar: 17-18).
        Dalam banyak hal yang diperselisihkan, umat Islam lebih suka kembali kepada pendapat ulama daripada merujuk kepada sumber al-Islam itu sendiri… "Apabila kamu bertentangan dalam satu-satu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya."(An-Nisa:59), Sikap menelan bulat-bulat tanpa mengunyah dan merasakan sikap yang menghilangkan daya kreativiti dan inisiatif.
        Tidak ada ruginya kalau kita sama-sama berusaha untuk mendakwahkan al-Islam di manapun. Kalau mungkin secara organisasi, kalaupun tidak secara persendirian. "Katakanlah olehmu (Wahai Muhammad): Cuma satu wasiatKu kepadamu iaitu: Bangkitlah berdiri membela agama Allah, kalau mungkin berdua (bersama orang lain yang mahu diajak serta) apabila tidak mungkin; Tandanglah ke arena sentana sebatang kara. Dan selanjutnya janganlah putus-putus kamu BERFIKIR." (As-Saba: 46). "Ingatlah ketika Rasul akan berkata: "Tuhanku, umatku telah membelakangkan Al-Quran. Umatku telah menjadikan al-Quran sesuatu yang tidak diperdulikan ." (Al-Furqaan: 25).

Sabtu, 05 Desember 2015

PEMIKIRAN DAN PENGARUH PERJUANGAN H.O.S COKROAMINOTO



                PEMIKIRAN DAN PENGARUH PERJUANGAN H.O.S COKROAMINOTO








BAB I: PENDAHULUAN

Sejarah telah mencatat bahwa bangsa indonesia memiliki tokoh-tokoh yang hebat. Penindasan bangsa kolonial kepada bangsa indonesia dan pengekangan mereka terhadap kebebasan berfikir dan berpendidikan  ternyata tidak menghalangi tokoh-tokoh tersebut untuk menjadi manusia yang cerdas, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas. Tokoh-tokoh tersebut bahkan berhasil memberi pengaruh kepada bangsa indonesia untuk mengobarkan perlawanan atas penindasan yang saat itu sedang dan telah berlangsung cukup lama.
Diantara tokoh bangsa yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan bangsa indonesia  adalah H.O.S. Cokroaminoto. Beliau merupakan seorang tokoh yang sangat menarik. Dari tangan beliau lahir tiga orang tokoh yang berhasil mengukirkan nama-nama mereka dalam catatan sejarah bangsa indonesia, walaupun dengan cara mereka sendiri-sendiri. Karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat H.O.S. Cokroaminoto sebagai judul makalah karena ingin mengupas lebih lanjut tentang biografi, latar belakang pendidikan, karya-karya serta pemikiran beliau yang berhasil melahirkan tiga tokoh dengan ideologi yang berbeda-beda.
























DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………………. 1
PEMBAHASAN …………………………………………………………………………………………….. 3
BIOGRAFI DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN H.O.S COKROAMINOTO …….. 3
PEMIKIRAN H.O.S COKROAMINOTO ……………………………………………………………. 5
SOSIALISME ISLAM H.O.S COKROAMINOTO ………………………………………………... 5
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM H.O.S COKROAMINOTO …………………………….. 5
KARYA-KARYA H.O.S COKROAMINOTO ………………………………………………………… 6
TOKOH-TOKOH YANG PERNAH BERGURU KEPADA H.O.S COKROAMINOTO … 8
PENUTUP ……………………………………………………………………………………………………… 11
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………… 12








BAB II: PEMBAHASAN
1.      Biografi HOS Tjokroaminoto dan latar belakang pendidikannya.
Ia di lahirkan dengan nama Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto yang dikenal sebagai Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto (lahir di ponorogo, 16 Agustus 1883). Terlahir dari perpaduan keluarga priyayi yang religious. Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara. Kakeknya, RM Adipati Tjokronegoro adalah seorang bupati di ponorogo, jawa timur, sedangkan ayahnya, Raden Mas Tjokroamiseno adalah wedana distrik kleco, madiun. Ia secara formal tak pernah nyantri, sekolah ditempuhnya dengan system pendidikan barat. Karena itu, ia menguasai bahasa inggris dan belanda.
Didalam ensiklopedi islam disebutkan bahwasannya HOS Tjokroaminoto lahir di bukur, madiun 16 agustus 1882 yogyakarta.[1] Awalnya kehidupan Haji Oemar Said Tjokroaminoto terbilang biasa-biasa saja. Semasa kecil ia dikenal sebagai anak yang nakal dan suka berkelahi. Setelah beberapa kali berpindah sekolah, akhirnya ia berhasil menyelesaikan sekolahnya di OSVIA (sekolah calon pegawai pemerintah atau pamong praja) di Magelang pada 1902. Setelah menamatkan sekolahnya, ia bekerja sebagai seorang juru tulis di Ngawi. Tiga tahun kemudian ia bekerja di perusahaan dagang di Surabaya.

Kepindahannya ke Surabaya membawanya terjun ke dunia politik. Di kota pahlawan itu ia kemudian bergabung dalam Sarekat Dagang Islam (SDI). Ia menyarankan agar SDI diubah menjadi partai politik. SDI kemudian resmi diubah menjadi SI (Ketua Sarekat Islam (SI) pada 10 September 1912.

Cokroaminoto dipercaya untuk memangku jabatan ketua setelah sebelumnya menjabat sebagai komisaris SI. Di bawah kepemimpinannya, SI mengalami kemajuan pesat dan berkembang menjadi partai massa sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda berupaya menghalangi SI yang termasuk organisasi Islam terbesar pada saat itu. Pemerintah kolonial sangat membatasi kekuasaan pengurus pusat (Centraal Ketua Sarekat Islam) dan organisasi SI (afdeling SI) agar mudah diawasi dan dipengaruhi  praja setempat. Situasi itu menjadikan SI menghadapi kesenjangan antara pusat dan daerah yang menyebabkan kesulitan dalam mobilisasi para anggotanya.

Pada periode tahun 1912-1916, Cokroaminoto dan para pemimpin SI lainnya sedikit bersikap moderat terhadap pemerintah Belanda. Yang mereka perjuangkan adalah penegakan hak-hak manusia serta meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tapi sejak tahun 1916, menghadapi pembentukan Dewan Rakyat, suasana menjadi hangat. Dalam kongres-kongres SI, Cokroaminoto mulai melancarkan ide pembentukan nation (bangsa) dan pemerintahan sendiri.
Sebagai reaksi terhadap "Janji November" (November Beloftem), Gubernur Jenderal van Limburgh Stirum, Cokroaminoto selaku wakil SI dalam Volksraad bersama Sastrawan, Akitivis, Jurnalis
Abdul Muis, Cipto Mangukusumo, atas nama kelompok radicale concentratie mengajukan mosi yang kemudian dikenal dengan Mosi Cokroaminoto pada tanggal 25 November 1918. Mereka menuntut: Pertama, pembentukan Dewan Negara di mana penduduk semua wakil dari kerajaan. Kedua, pertangggungjawaban departemen/pemerintah Hindia Belanda terhadap perwakilan rakyat. Tiga, pertangggungjawaban terhadap perwakilan rakyat. Keempat, reformasi pemerintahan dan desentralisasi. Intinya, mereka menuntut pemerintah Belanda membentuk parlemen yang anggotanya dipilih dari rakyat dan oleh rakyat. Pemerintah sendiri dituntut bertanggung jawab pada parlemen.

Namun, oleh Ketua Parlemen Belanda, tuntutan tersebut dianggap hanya fantasi belaka. Sehingga, Centraal Ketua Sarekat Islam (SI) Sarekat Islam pada kongres nasionalnya di Yogyakarta tanggal 2-6 Maret 1921, memberikan reaksi atas sikap pemerintah Belanda tersebut dengan merumuskan tujuan perjuangan politik SI sebagai, "Untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda".

Selama hidupnya, Cokroaminoto merupakan sosok yang berpengaruh besar terhadap tokoh-tokoh muda pergerakan nasional saat itu. Keahliannya berpidato ia gunakan untuk mengecam kesewenang-wenangan pemerintah Belanda. Semasa perjuangannya, dia misalnya mengecam perampasan tanah oleh Belanda untuk dijadikan perkebunan milik Belanda.

Ia juga mendesak Sumatera Landsyndicaat supaya mengembalikan tanah rakyat di Gunung Seminung (tepi Danau Ranau, Sumatera Selatan). Nasib para dokter pribumi juga turut diperjuangkannya dengan menuntut kesetaraan kedudukan antara dokter Indonesia dengan dokter Belanda.

Pada tahun 1920, ia dijebloskan ke penjara dengan tuduhan menghasut dan mempersiapkan pemberontakan untuk menggulingkan pemerintah Belanda. Pada April 1922, setelah tujuh bulan meringkuk di penjara, ia kemudian dibebaskan. Cokroaminoto kemudian diminta kembali untuk duduk dalam Volksraad, namun permintaan itu ditolaknya karena ia sudah tak mau lagi bekerjasama dengan pemerintah Belanda.

Sebagai tokoh masyarakat, pemerintah kolonial menjulukinya sebagai de Ongekroonde Koning van Java (Raja Jawa yang tidak "bermahkota" atau tidak "dinobatkan").

Pengaruhnya yang luas menjadikannya sebagai tokoh panutan masyarakat. Karena alasan itu pula maka R.M. Soekemi Sasrodihardjo mengirimkan anaknya Soekarno (kemudian menjadi presiden pertama RI) untuk pendidikan dengan in de kost di rumahnya.

Selain menjadi politikus, Cokroaminoto aktif menulis karangan di majalah dan surat kabar. Salah satu karyanya ialah buku yang berjudul Islam dan Nasionalisme. Cokroaminoto menghembuskan nafasnya yang terakhir pada 17 Desember 1934 di Surabaya pada usia 51 tahun.

Atas jasa-jasanya kepada negara, Haji Oemar Said Cokroaminoto dianugerahkan gelar Lihat Daftar Pahlawan Nasional
pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No.590 Tahun 1961, tanggal 9 Nopember 1961.[2]






2.      Pemikiran H.O.S Cokroaminoto

a.       Sosialisme Islam

Raden Haji Oemar Said Tjokroaminoto menemukan kesalahan dalam pembentukan konsep Sosialisme Barat. Maka dari itu, dia merombak ajaran sosialisme tersebut dengan membentuk sosialisme cara Islam. Menurut Tjokro, sosialisme Islam ini bertujuan untuk melaksanakan kedamaian dan keselamatan berdasarkan tafsir Islam yang memiliki empat makna utama. Aslama yang berarti ketundukan, Salima atau keselamatan, Salmi atau kerukunan, dan Sulami yang bermakna tangga.
Berdasarkan empat makna Islam itu, Tjokro membuat dua prinsip utama Sosialisme Islam. Kedua prinsip tersebut adalah Kedermawanan Islami dan Persaudaraan Islam.
Kedermawanan dalam hal ini berarti tindakan kebajikan untuk meraih cinta Allah. Sedangkan Persaudaraan Islam menekankan pada persaudaraan yang dibangun bukan berdasarkan suku, ras dan strata sosial. Akan tetapi berdasarkan ketakwaan.
Dedi menjelaskan, Sosialisme Islam hendaknya tidak dipahami sebagai penerimaan terhadap Sosialisme Marxis. Hal ini dikarenakan, dalam konteks Islam, sosialisme yang sempurna berarti bahwa manusia tidak hidup untuk dirinya sendiri atau hanya untuk relasi sosial saja.

"Menurut Tjokro dalam bukunya (Islam dan Sosialisme), untuk mencapai sosialisme cara Islam, masyarakat harus mencapai kehidupan sejati dengan perilaku berdasarkan keimanan kepada Allah. Dengan demikian, konsep sosialisme yang digagas Tjokro ini begitu berbeda dengan model sosialisme manapun,".[3]
Dalam bukunya “ Sosialisme Islam” HOS Cokroaminoto mengatakan “Setiap muslim yang menjalankan ajarannya dengan sungguh-sungguh haruslah melalui tingkatan-tingkatan yang bermakna keselarasan dunia dan akhirat sebagai simbol menuju derajat kesempurnaan hidup,”
b.      Pemikiran pendidikan.
Sebelumnya, Cokroaminoto cenderung lebih dikenal sebagai tokoh politik dibandingkan sebagai tokoh pendidikan karena kiprahnya dalam Organisasi Syarikat Islam. Terlepas dari itu semua, mari kita menelaah beberapa pemikiran pendidikan H.O.S Tjokroaminoto sebagai berikut.

Pertama, pendidikan  harus  berdasarkan  pada sumber  Islam  yakni  Al-Quran  dan  Al-Hadits. Menurut H.O.S. Cokroaminoto ilmu harus diperoleh dengan akal, tetapi tidak  boleh  dipisahkan  dari  pendidikan  budi  pekerti  dan  pendidikan  rohani.  Ia mengakui  bahwa  Islam  yang  bersumber  Al-Quran dan Al-Hadits itulah yang memajukan berbagai ilmu. Oleh karena itu pendidikan harus berdasar dan tidak menyimpang dari sumber Islam tersebut.

Kedua, tujuan  pendidikan (kebangsaan)  yang  ingin  dicapai  menurut  H.O.S.  Cokroaminoto  adalah  untuk menjadikan anak didik sebagai seorang muslim yang sejati dan sekaligus menjadi seorang  nasionalis  yang  berjiwa  besar  penuh  kepercayaan  kepada  diri  sendiri.
Sebagai  muslim  yang  sejati  dan  sekaligus  nasionalis  hendaknya mempunyai  keseimbangan  baik  ilmu  umum  maupun  ilmu  agama.  Maka  disamping mempunyai akal yang cerdas juga harus mempunyai budi pekerti yang  utama,  hidup  sederhana  punya  keberanian  dan  kemandirian,  serta  cinta tanah air.
H.O.S. Cokroaminoto  lebih  jauh merumuskan  sistem pendidikan  yang  Islami dengan   menganjurkan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara ilmu  agama  dan  ilmu  umum,  dan  pendidikan  harus  dapat  mempertebal perasaan  kebangsaan,  bukan  sebaliknya  mengagung-agungkan  budaya  asing dan  tercerabut  dari  akar  budaya  sendiri.  Berkaitan  dengan  masalah  tersebut harus  ada  lembaga  Islam  yang mengelola pendidikan kebangsaan baik  secara informal maupun non formal. Pendidikan tersebut harus bertujuan mengangkat derajat dan martabat kemanusiaan dari  setiap  individu manusia.

Ketiga,  prinsip  pendidikan  kebangsaan  yang  dikehendaki  oleh  H.O.S. Cokroaminoto adalah cinta  tanah air yaitu sekuat  tenaga mengadakan pendidikan untuk  menanamkan  perasaan  kebangsaan;  memiliki  keberanian  yaitu  selalu menanamkan  rasa  keberanian  terutama  jihad  (bekerja  keras mempropagandakan dan  melindungi  Islam)  karena  hal  itu  termasuk  bagian  dari  iman;  dan  menanamkan  sifat kemandirian, maksudnya  setiap orang harus berusaha  dengan sungguh-sungguh  dan  pantang memakan  hasil  pekerjaan  orang  lain  dan mampu  mandiri tidak menggantungkan kepada orang lain.

3.       Karya-karya H.O.S Cokroaminoto
Selain dikenal sebagai tokoh sentral pergerakan nasional Tjokroaminoto juga merupakan penulis yang kritis.  namun, jarang sekali kita mengetahui informasi mengenai karya-karyanya. padahal, karya-karya Tjokroaminoto sempat menjadi buku pegangan wajib aktifis-aktifis Islam sampai akhir orde lama. Oleh karenanya penting rasanya untuk membuat sedikit resume mengenai karya-karya Tjokroaminoto. Disela-sela kesibukanya sebagai ketua CSI (Central Sarekat Islam), ia masih menjadi direktur sekaligus pimpinan redaksi dari harian Oetoesan Hindia yang berkantor di Surabaya.[4] Tidak hanya itu, secara khusus ia menyempatkan menuliskan beberapa karya tulis. Karya tulis itu antara lain :
1. Islam dan Sosialisme pada tahun 1924
2. Program Asas dan Program Tandhim Partai Sarekat Islam Indonesia pada tahun 1930
3. Tarich Agama Islam, Riwayat dan Pemandangan atas Kehidupan dan Perjalanan   Nabi Muhammad pada tahun 1931
4.  Reglemen Umum Bagi Ummat Islam pada tahun 1934
Islam dan Sosialisme merupakan buku yang ditulis Tjokroaminoto dalam upaya menghadapi pemikiran SI Semarang yang dipimpin Soemaoen.  Buku 104 halaman ini, secara konfrehensif mengungkap makna dari sosialisme. Ia pun menjelaskan bahwa sosialisme sebagai suatu dasar pemikiran memiliki begitu banyak varian. Pemikiran sosialisme Marx yang merupakan rujukan sosialisme modern, berakar pada filsafat materialisme histories yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Karena menurutnya materialisme histories mengajarkan bahwa material (benda)-lah satu-satunya yang ‘ada’ dengan begitu Marx menegasikan hal-hal gaib termasuk Tuhan. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa prinsip dasar sosialisme adalah kemerdekaan, kesamaan, dan persaudaraan, nilai-nilai ini ternyata bukan hanya ada dalam Islam tetapi sudah pernah dilaksanakan secara kongkrit pada masa Rasulullah dan para sahabat. Sehingga ia menuliskan dalam salah satu bagian dari bukunya Islam dan Sosialisme dengan “bagi kita orang Islam tidak ada sosialisme atau rupa-rupa isme yang lebih baik, yang lebih elok dan lebih mulia melainkan sosialisme yang berdasar Islam itulah saja”. Buku ini menjadi bukti begitu kuatnya pembacaan Tjokroaminoto terhadap karya-karya pemikir Barat.
Buku selanjutnya adalah Program Asas (Program Dasar) dan Program Tandhim (Program Perjuangan) PSII, buku ini merupakan pegangan  keorganisasian dari PSII. Buku 99 halaman ini sesungguhnya sudah dirumuskan sejak Kongres Nasional ketiga dan terus diperbaiki sampai disempurnakan pada Kongres di Yogyakarta pada tahun 1930. Menurut Ohan Sudjana buku ini selesai disusun di Bogor tanggal 26 Oktober 1931. [5] Begitu fenomenalnya buku ini, menurut kepercayaan sebagaian orang, buku ini ditulis dengan dikte dari Rasullullah dalam mimpi Tjokroaminoto.[6] Buku ini membincangkan mengenai dasar Islam yaitu kalimat syahadat secara konfrehensif dan konsekuensinya bagi setiap muslim. Ia menjelaskan bahwa Al-Qur’an yang telah diturunkan oleh Allah 14 abad yang lalu sudah sempurna sebagai pedoman manusia. Buku ini adalah penafsiran Tjokroaminoto terhadap ajaran Islam dalam upaya menjawab dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang berkembang lewat pergerakaan PSII. Hal-hal yang dibahas antara lain; persatuan umat Islam, penghidupan rakyat, sifat pemerintahan, pengajaran dan pendidikan, dan lain-lain.
Menurut Tjokroaminoto dalam buku ini program asas PSII disusun dalam enam tingkatan perjuangan yaitu: persatuan umat, kemerdekaan umat, sifat pemerintahan, penghidupan ekonomi, keadaan dan derajat manusia, dan kemerdekaan sejati. Di sisi lain, adapun program tanzim partai tentang perlawanan dan sandaran gerak perlawanan terdiri dari tiga pokok, yaitu: bersandar kepada sebersih-bersih tauhid, bersandar kepada ilmu (wetenshap), dan bersandar kepada siasah (politik) yang berkenaan dengan bangsa dan negeri tumpah darah sendiri, dan politik menuju maksud akan mencapai persatuan atau perhubungan dengan umat Islam di lain negeri (Pan Islamisme).[7]
Tarich Agama Islam, Riwayat dan Pemandangan atas Kehidupan dan Perjalanan Nabi Muhammad adalah karyanya yang menjadi alternatif bagi umat muslim Indonesia untuk mempelajari sejarah Islam dan Nabi Muhammad SAW. Dalam kata pendahuluan buku setebal 203 halaman ini, ia mengungkapkan bahwa buku  yang membahas tentang ini tebalnya beratus-ratus halaman dan lewat bukunya akan memudahkan memahaminya.  Referensi Tjokroaminoto dalam penulisan buku ini adalah karangan ulama Islam di negeri Barat. Hal ini dipahami karena ketidakfasihanya akan bahasa arab. Pada perkembangannya buku ini dikritik oleh beberapa ulama Indonesia sendiri karena ulama-ulama rujukan Tjokroaminoto seperti  Maulwi Muhammad Ali adalah ulama Ahmadiyah yang memang pada saat itu sudah mulai ada kecurigaan terhadap penyelewengan ajaran ini. Namun terlepas dari itu lewat buku ini Tjokroaminoto ingin membangkitkan optimisme bangsa Indonesia bahwa dengan menegakan Agama Allah umat terdahulu diberikan kejayaan yang luar biasa.
Terakhir buku ‘Reglemen Umum Bagi Ummat Islam’ adalah buku yang ditulis terakhir menjelang kematiannya. Buku ini dibicarakan dalam kongres PSII ke XIX di Jakarta dan disahkan dalam kongres PSII ke XX di Banjarnegara pada 20-26 Mei 1934, hanya beberapa bulan sebelum Tjokroaminoto wafat. Buku 69 halaman ini berisi 20 bab yang mencoba menjelaskan sekelumit tentang kehidupan dan solusinya yang disandarkan kepada Al-Qur’an dan Hadis. Dalam buku ini sifat keulamaan Tjokroaminoto begitu menonjol, sehingga  tidak berlebihan kalau ia juga dapat kita sebut sebagai ulama.
Adapun 20 bab yang dibahas dalam buku ini adalah: (1) pedoman umum bagi kehidupan sosial Islam, (2) maksud dan tujuan hidup di dunia, (3) petunjuk budi pekerti utama, (4) petunjuk tentang keadilan dan kejujuran, (5) petunjuk kebenaran dalam perkataan, (6) petunjuk kebaikangkan budi yang seluas-luasnya, (7) petunjuk mengikat perjanjian dan persaksian, (8) petunjuk iman dan Keislaman sejati, (9) petunjuk persatuan muslimin, (10) petunjuk memilih pimpinan dan menurut pimpinan, (11) petunjuk membuat jalan yang benar, (12) petunjuk melakukan perbuatan ibadah yang benar, (13) petunjuk anggapan hidup di dunia, (14) petunjuk budi pekerti terhadap keluarga, (15) petunjuk maksud perhubungan perkawinan, (16) petunjuk kelakuan dan penjagaan terhadap anak yatim, (17) petunjuk contoh keutamaan terhadap lain-lain orang, (18) petunjuk kebaikan sosial ekonomi, (19) petunjuk memerintahkan barang yang benar dan melarang barang yang salah, serta (20) petunjuk lebih mementingkan keperluan umat dari pada keperluan atau urusan sendiri.[8]
4.      Tokoh-tokoh yang pernah berguru kepada H.O.S Cokroaminoto
Jauh sebelum memilih jalan hidupnya masing-masing, tiga tokoh pergerakan Soekarno, Semaoen, dan Kartosoewirjo pernah tinggal bersama. Mereka menjadi murid dari pemimpin Sarekat Islam Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.
Di sebuah jalan kecil bernama Gang Paneleh VII, di tepi Sungai Kalimas, Surabaya, rumah Tjokroaminoto berada. Rumah itu bernomor 29-31.
Setelah menjadi pemimpin SI yang anggotanya 2,5 juta orang, Tjokroaminoto yang saat itu berusia 33 tahun tidak memiliki penghasilan lain, kecuali dari rumah kos yang dihuni 10 orang itu. Setiap orang membayar Rp 11. Istri Tjokro, Soeharsikin, yang mengurus keuangan mereka.
Banyak alumni rumah kos tersebut yang menjadi tokoh pergerakan sebelum kemerdekaan. Soekarno yang kemudian mendirikan Partai Nasional Indonesia. Semaoen, Alimin, dan Musso menjadi tokoh-tokoh utama Partai Komunis Indonesia serta SM Kartosoewirjo yang kemudian menjadi pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Di rumah itu juga, tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti KH Ahmad Dahlan dan KH Mas Mansyur sering bertukar pikiran.

Soekarno
Soekarno 'mondok' di rumah Tjokroaminoto pada usia 15 tahun. Ayah Soekarno, Soekemi Sosrodihardjo, menitipkan Soekarno yang melanjutkan pendidikan di Hoogere Burger School (HBS). Saat itu, tahun 1916, Tjokroaminoto sudah menjadi Ketua Sarekat Islam, organisasi politik terbesar dan yang pertama menggagas nasionalisme.
Dalam salah satu biografinya yang ditulis Cindy Adams, Soekarno mengenang Tjokroaminoto sebagai idolanya. Dia belajar tentang menggunakan politik sebagai alat mencapai kesejahteraan rakyat. Dia belajar tentang bentuk-bentuk modern pergerakan seperti pengorganisasian massa dan perlunya menulis di media. Sesekali Soekarno menulis menggantikan Tjokro di Oetoesan Hindia dengan nama samaran Bima. Soekarno juga kerap menirukan gaya Tjokroaminoto berpidato.

SM Kartosoewirjo
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo muda mulai tertarik pada dunia pergerakan saat bersekolah di Nederlandsch Indische Artsen School atau biasa disebut Sekolah Dokter Jawa yang berlokasi di Surabaya pada 1923. Dia gemar membaca buku-buku milik pamannya, Mas Marco Kartodikromo yang sebagian besar buku beraliran kiri dan sosialisme.
Marco dikenal sebagai wartawan dan aktivis Sarikat Islam beraliran merah. Terpengaruh berbagai bacaan itu, Kartosoewirjo terjun ke politik dengan bergabung dengan Jong Java dan kemudian Jong Islamieten Bond.
Guru utamanya di dunia pergerakan sekaligus guru agamanya adalah Hadji Oemar Said Tjokroaminoto. Kartosoewirjo begitu mengagumi dan terpesona dengan Tjokroaminoto yang sering berpidato dalam berbagai pertemuan. Kartosoewirjo melamar menjadi murid dan mulai mondok di rumah Ketua Sarekat Islam itu di Surabaya.
Untuk membayar uang pondokan, Kartosoewirjo bekerja di surat kabar Fadjar Asia milik Tjokroaminoto. Ketekunan dan kecerdasan membuatnya menjadi sekretaris pribadi Tjokroaminoto.
Tulisan-tulisan yang berisi penentangan terhadap bangsawan Jawa (termasuk Sultan Solo) yang bekerjasama dengan Belanda menjadi ciri khas Kartosoewirjo. Dalam artikelnya tampak pandangan politiknya yang radikal. Dia juga sering mengkritik pihak nasionalis. Kartosoewirjo bersama Tjokroaminoto hingga tahun 1929.
Pada masa perang kemerdekaan 1945-1949, Kartosoewirjo terlibat aktif tetapi sikap kerasnya membuatnya sering bertolak belakang dengan pemerintah. Kekecewaannya terhadap pemerintah membulatkan tekadnya untuk membentuk Negara Islam Indonesia yang diproklamirkan pada 7 Agustus 1949. Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh bergabung.
Perjuangan Kartosoewirjo berakhir ketika aparat keamanan menangkapnya setelah melalui perburuan panjang di wilayah Gunung Rakutak di Jawa Barat pada 4 Juni 1962. Soekarno yang menjadi presiden, teman kosnya semasa di Surabaya, adalah orang yang menandatangani eksekusi mati Kartosoewirjo pada September 1962.

Semaoen
Semaoen adalah Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) pertama. Kemunculannya di panggung politik pergerakan dimulai di usia belia, 14 tahun. Saat itu, tahun 1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) wilayah Surabaya.
Pertemuannya dengan Henk Sneevliet tokoh komunis asal Belanda pada 1915, membuat Semaoen bergabung dengan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda (ISDV) cabang Surabaya.
Aktivitasnya yang tinggi dalam dunia pergerakan membuatnya berhenti bekerja perusahaan kereta Belanda. Saat pindah ke Semarang, dia menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu, dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang.
Pada tahun 1918 dia juga menjadi anggota dewan pimpinan di Sarekat Islam (SI). Sebagai Ketua SI Semarang, Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh. Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda.
Sikap dan prinsip komunisme yang dianut Semaoen membuat renggang hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya.
PKI pada awalnya adalah bagian dari Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921.
Pada akhir tahun itu juga dia meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk meraih pengaruhnya kembali di SI tetapi kurang berhasil.[9]





BAB III: PENUTUP

 HOS Cokroaminoto adalah seorang  pahlawan yang sangat berperan dalam perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme. Pemikirannya sangat berpengaruh di Indonesia terutama dalam menghadapi penjajahan atau kolonialisme. HOS Cokroaminoto juga merupakan seorang guru besar yang harus di ketahui oleh bangsa Indonesia. Pemikiran dan perjuangan beliau cukup berpengaruh pada masa perjuangan kemerdekaan hingga saat ini. Ia memiliki beberapa murid yang menggambarkan keluasan pengetahun dan kehebatan pemikiran beliau.  Musso yang berpaham komunis, Soekarno yang berpaham Nasionalisme dan Kartosuwiryo agamis.
Dengan memahami sejarah perjuangan para pahlawan Indonesia, maka peran generasi saat ini adalah bagaimana melawan penjajah yang tidak lagi berupa fisik namun penjajahan ekonomi dan mental/ideologi.




















Daftar pustaka

Herry Mohammad, DKK. 2006. Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh abad 20. Jakarta. Gema Insani       
Press
Aji Dedi Mulawarman.  Jang Oetama, jejak perjalanan H.O.S Tjokroaminoto.2014. Jogjakarta. Galang 
Press
HOS Tjokroaminoto. 1985. Tafsir Program Asas dan Program Tandhim Syarikat Islam  Jakarta: Yayasan
          Bina Sari lihat jugaSudjana
        kartosoewirjo.html


[1] Herry Mohammad, DKK, Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh abad 20. hal. 29
[3] Aji Dedi Mulawarman, Jang Oetama, jejak perjalanan H.O.S Tjokroaminoto.
[4] M. Masyhur Amin, 1995, H.O.S Tjokroaminoto: Rekonstruksi Pemikiran dan Perjuangannya, Yogyakarta: Cokroaminoto University Press,  hal  29.
[5] Ohan Sudjana, 1999,  Liku-liku Perjuangan Syarikat Islam, Jakarta: DPP PSII-1905, hal  53-54.
[6] Amin, 1995,  op.cit., hal 31.
[7] HOS Tjokroaminoto, 1985,  Tafsir Program Asas dan Program Tandhim Syarikat Islam,  Jakarta: Yayasan Bina Sari lihat jugaSudjana  op.cit., hal 54.
[8] HOS Tjokroaminoto, 1985,  Tafsir Program Asas dan Program Tandhim Syarikat Islam,  Jakarta: Yayasan Bina Sari lihat jugaSudjana  op.cit., hal 57.

[9] http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-3-murid-tjokroaminoto-soekarno-semaoen-kartosoewirjo.html