Sabtu, 05 Desember 2015

PEMIKIRAN DAN PENGARUH PERJUANGAN H.O.S COKROAMINOTO



                PEMIKIRAN DAN PENGARUH PERJUANGAN H.O.S COKROAMINOTO








BAB I: PENDAHULUAN

Sejarah telah mencatat bahwa bangsa indonesia memiliki tokoh-tokoh yang hebat. Penindasan bangsa kolonial kepada bangsa indonesia dan pengekangan mereka terhadap kebebasan berfikir dan berpendidikan  ternyata tidak menghalangi tokoh-tokoh tersebut untuk menjadi manusia yang cerdas, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas. Tokoh-tokoh tersebut bahkan berhasil memberi pengaruh kepada bangsa indonesia untuk mengobarkan perlawanan atas penindasan yang saat itu sedang dan telah berlangsung cukup lama.
Diantara tokoh bangsa yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan bangsa indonesia  adalah H.O.S. Cokroaminoto. Beliau merupakan seorang tokoh yang sangat menarik. Dari tangan beliau lahir tiga orang tokoh yang berhasil mengukirkan nama-nama mereka dalam catatan sejarah bangsa indonesia, walaupun dengan cara mereka sendiri-sendiri. Karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat H.O.S. Cokroaminoto sebagai judul makalah karena ingin mengupas lebih lanjut tentang biografi, latar belakang pendidikan, karya-karya serta pemikiran beliau yang berhasil melahirkan tiga tokoh dengan ideologi yang berbeda-beda.
























DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………………. 1
PEMBAHASAN …………………………………………………………………………………………….. 3
BIOGRAFI DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN H.O.S COKROAMINOTO …….. 3
PEMIKIRAN H.O.S COKROAMINOTO ……………………………………………………………. 5
SOSIALISME ISLAM H.O.S COKROAMINOTO ………………………………………………... 5
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM H.O.S COKROAMINOTO …………………………….. 5
KARYA-KARYA H.O.S COKROAMINOTO ………………………………………………………… 6
TOKOH-TOKOH YANG PERNAH BERGURU KEPADA H.O.S COKROAMINOTO … 8
PENUTUP ……………………………………………………………………………………………………… 11
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………… 12








BAB II: PEMBAHASAN
1.      Biografi HOS Tjokroaminoto dan latar belakang pendidikannya.
Ia di lahirkan dengan nama Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto yang dikenal sebagai Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto (lahir di ponorogo, 16 Agustus 1883). Terlahir dari perpaduan keluarga priyayi yang religious. Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara. Kakeknya, RM Adipati Tjokronegoro adalah seorang bupati di ponorogo, jawa timur, sedangkan ayahnya, Raden Mas Tjokroamiseno adalah wedana distrik kleco, madiun. Ia secara formal tak pernah nyantri, sekolah ditempuhnya dengan system pendidikan barat. Karena itu, ia menguasai bahasa inggris dan belanda.
Didalam ensiklopedi islam disebutkan bahwasannya HOS Tjokroaminoto lahir di bukur, madiun 16 agustus 1882 yogyakarta.[1] Awalnya kehidupan Haji Oemar Said Tjokroaminoto terbilang biasa-biasa saja. Semasa kecil ia dikenal sebagai anak yang nakal dan suka berkelahi. Setelah beberapa kali berpindah sekolah, akhirnya ia berhasil menyelesaikan sekolahnya di OSVIA (sekolah calon pegawai pemerintah atau pamong praja) di Magelang pada 1902. Setelah menamatkan sekolahnya, ia bekerja sebagai seorang juru tulis di Ngawi. Tiga tahun kemudian ia bekerja di perusahaan dagang di Surabaya.

Kepindahannya ke Surabaya membawanya terjun ke dunia politik. Di kota pahlawan itu ia kemudian bergabung dalam Sarekat Dagang Islam (SDI). Ia menyarankan agar SDI diubah menjadi partai politik. SDI kemudian resmi diubah menjadi SI (Ketua Sarekat Islam (SI) pada 10 September 1912.

Cokroaminoto dipercaya untuk memangku jabatan ketua setelah sebelumnya menjabat sebagai komisaris SI. Di bawah kepemimpinannya, SI mengalami kemajuan pesat dan berkembang menjadi partai massa sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda berupaya menghalangi SI yang termasuk organisasi Islam terbesar pada saat itu. Pemerintah kolonial sangat membatasi kekuasaan pengurus pusat (Centraal Ketua Sarekat Islam) dan organisasi SI (afdeling SI) agar mudah diawasi dan dipengaruhi  praja setempat. Situasi itu menjadikan SI menghadapi kesenjangan antara pusat dan daerah yang menyebabkan kesulitan dalam mobilisasi para anggotanya.

Pada periode tahun 1912-1916, Cokroaminoto dan para pemimpin SI lainnya sedikit bersikap moderat terhadap pemerintah Belanda. Yang mereka perjuangkan adalah penegakan hak-hak manusia serta meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tapi sejak tahun 1916, menghadapi pembentukan Dewan Rakyat, suasana menjadi hangat. Dalam kongres-kongres SI, Cokroaminoto mulai melancarkan ide pembentukan nation (bangsa) dan pemerintahan sendiri.
Sebagai reaksi terhadap "Janji November" (November Beloftem), Gubernur Jenderal van Limburgh Stirum, Cokroaminoto selaku wakil SI dalam Volksraad bersama Sastrawan, Akitivis, Jurnalis
Abdul Muis, Cipto Mangukusumo, atas nama kelompok radicale concentratie mengajukan mosi yang kemudian dikenal dengan Mosi Cokroaminoto pada tanggal 25 November 1918. Mereka menuntut: Pertama, pembentukan Dewan Negara di mana penduduk semua wakil dari kerajaan. Kedua, pertangggungjawaban departemen/pemerintah Hindia Belanda terhadap perwakilan rakyat. Tiga, pertangggungjawaban terhadap perwakilan rakyat. Keempat, reformasi pemerintahan dan desentralisasi. Intinya, mereka menuntut pemerintah Belanda membentuk parlemen yang anggotanya dipilih dari rakyat dan oleh rakyat. Pemerintah sendiri dituntut bertanggung jawab pada parlemen.

Namun, oleh Ketua Parlemen Belanda, tuntutan tersebut dianggap hanya fantasi belaka. Sehingga, Centraal Ketua Sarekat Islam (SI) Sarekat Islam pada kongres nasionalnya di Yogyakarta tanggal 2-6 Maret 1921, memberikan reaksi atas sikap pemerintah Belanda tersebut dengan merumuskan tujuan perjuangan politik SI sebagai, "Untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda".

Selama hidupnya, Cokroaminoto merupakan sosok yang berpengaruh besar terhadap tokoh-tokoh muda pergerakan nasional saat itu. Keahliannya berpidato ia gunakan untuk mengecam kesewenang-wenangan pemerintah Belanda. Semasa perjuangannya, dia misalnya mengecam perampasan tanah oleh Belanda untuk dijadikan perkebunan milik Belanda.

Ia juga mendesak Sumatera Landsyndicaat supaya mengembalikan tanah rakyat di Gunung Seminung (tepi Danau Ranau, Sumatera Selatan). Nasib para dokter pribumi juga turut diperjuangkannya dengan menuntut kesetaraan kedudukan antara dokter Indonesia dengan dokter Belanda.

Pada tahun 1920, ia dijebloskan ke penjara dengan tuduhan menghasut dan mempersiapkan pemberontakan untuk menggulingkan pemerintah Belanda. Pada April 1922, setelah tujuh bulan meringkuk di penjara, ia kemudian dibebaskan. Cokroaminoto kemudian diminta kembali untuk duduk dalam Volksraad, namun permintaan itu ditolaknya karena ia sudah tak mau lagi bekerjasama dengan pemerintah Belanda.

Sebagai tokoh masyarakat, pemerintah kolonial menjulukinya sebagai de Ongekroonde Koning van Java (Raja Jawa yang tidak "bermahkota" atau tidak "dinobatkan").

Pengaruhnya yang luas menjadikannya sebagai tokoh panutan masyarakat. Karena alasan itu pula maka R.M. Soekemi Sasrodihardjo mengirimkan anaknya Soekarno (kemudian menjadi presiden pertama RI) untuk pendidikan dengan in de kost di rumahnya.

Selain menjadi politikus, Cokroaminoto aktif menulis karangan di majalah dan surat kabar. Salah satu karyanya ialah buku yang berjudul Islam dan Nasionalisme. Cokroaminoto menghembuskan nafasnya yang terakhir pada 17 Desember 1934 di Surabaya pada usia 51 tahun.

Atas jasa-jasanya kepada negara, Haji Oemar Said Cokroaminoto dianugerahkan gelar Lihat Daftar Pahlawan Nasional
pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No.590 Tahun 1961, tanggal 9 Nopember 1961.[2]






2.      Pemikiran H.O.S Cokroaminoto

a.       Sosialisme Islam

Raden Haji Oemar Said Tjokroaminoto menemukan kesalahan dalam pembentukan konsep Sosialisme Barat. Maka dari itu, dia merombak ajaran sosialisme tersebut dengan membentuk sosialisme cara Islam. Menurut Tjokro, sosialisme Islam ini bertujuan untuk melaksanakan kedamaian dan keselamatan berdasarkan tafsir Islam yang memiliki empat makna utama. Aslama yang berarti ketundukan, Salima atau keselamatan, Salmi atau kerukunan, dan Sulami yang bermakna tangga.
Berdasarkan empat makna Islam itu, Tjokro membuat dua prinsip utama Sosialisme Islam. Kedua prinsip tersebut adalah Kedermawanan Islami dan Persaudaraan Islam.
Kedermawanan dalam hal ini berarti tindakan kebajikan untuk meraih cinta Allah. Sedangkan Persaudaraan Islam menekankan pada persaudaraan yang dibangun bukan berdasarkan suku, ras dan strata sosial. Akan tetapi berdasarkan ketakwaan.
Dedi menjelaskan, Sosialisme Islam hendaknya tidak dipahami sebagai penerimaan terhadap Sosialisme Marxis. Hal ini dikarenakan, dalam konteks Islam, sosialisme yang sempurna berarti bahwa manusia tidak hidup untuk dirinya sendiri atau hanya untuk relasi sosial saja.

"Menurut Tjokro dalam bukunya (Islam dan Sosialisme), untuk mencapai sosialisme cara Islam, masyarakat harus mencapai kehidupan sejati dengan perilaku berdasarkan keimanan kepada Allah. Dengan demikian, konsep sosialisme yang digagas Tjokro ini begitu berbeda dengan model sosialisme manapun,".[3]
Dalam bukunya “ Sosialisme Islam” HOS Cokroaminoto mengatakan “Setiap muslim yang menjalankan ajarannya dengan sungguh-sungguh haruslah melalui tingkatan-tingkatan yang bermakna keselarasan dunia dan akhirat sebagai simbol menuju derajat kesempurnaan hidup,”
b.      Pemikiran pendidikan.
Sebelumnya, Cokroaminoto cenderung lebih dikenal sebagai tokoh politik dibandingkan sebagai tokoh pendidikan karena kiprahnya dalam Organisasi Syarikat Islam. Terlepas dari itu semua, mari kita menelaah beberapa pemikiran pendidikan H.O.S Tjokroaminoto sebagai berikut.

Pertama, pendidikan  harus  berdasarkan  pada sumber  Islam  yakni  Al-Quran  dan  Al-Hadits. Menurut H.O.S. Cokroaminoto ilmu harus diperoleh dengan akal, tetapi tidak  boleh  dipisahkan  dari  pendidikan  budi  pekerti  dan  pendidikan  rohani.  Ia mengakui  bahwa  Islam  yang  bersumber  Al-Quran dan Al-Hadits itulah yang memajukan berbagai ilmu. Oleh karena itu pendidikan harus berdasar dan tidak menyimpang dari sumber Islam tersebut.

Kedua, tujuan  pendidikan (kebangsaan)  yang  ingin  dicapai  menurut  H.O.S.  Cokroaminoto  adalah  untuk menjadikan anak didik sebagai seorang muslim yang sejati dan sekaligus menjadi seorang  nasionalis  yang  berjiwa  besar  penuh  kepercayaan  kepada  diri  sendiri.
Sebagai  muslim  yang  sejati  dan  sekaligus  nasionalis  hendaknya mempunyai  keseimbangan  baik  ilmu  umum  maupun  ilmu  agama.  Maka  disamping mempunyai akal yang cerdas juga harus mempunyai budi pekerti yang  utama,  hidup  sederhana  punya  keberanian  dan  kemandirian,  serta  cinta tanah air.
H.O.S. Cokroaminoto  lebih  jauh merumuskan  sistem pendidikan  yang  Islami dengan   menganjurkan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara ilmu  agama  dan  ilmu  umum,  dan  pendidikan  harus  dapat  mempertebal perasaan  kebangsaan,  bukan  sebaliknya  mengagung-agungkan  budaya  asing dan  tercerabut  dari  akar  budaya  sendiri.  Berkaitan  dengan  masalah  tersebut harus  ada  lembaga  Islam  yang mengelola pendidikan kebangsaan baik  secara informal maupun non formal. Pendidikan tersebut harus bertujuan mengangkat derajat dan martabat kemanusiaan dari  setiap  individu manusia.

Ketiga,  prinsip  pendidikan  kebangsaan  yang  dikehendaki  oleh  H.O.S. Cokroaminoto adalah cinta  tanah air yaitu sekuat  tenaga mengadakan pendidikan untuk  menanamkan  perasaan  kebangsaan;  memiliki  keberanian  yaitu  selalu menanamkan  rasa  keberanian  terutama  jihad  (bekerja  keras mempropagandakan dan  melindungi  Islam)  karena  hal  itu  termasuk  bagian  dari  iman;  dan  menanamkan  sifat kemandirian, maksudnya  setiap orang harus berusaha  dengan sungguh-sungguh  dan  pantang memakan  hasil  pekerjaan  orang  lain  dan mampu  mandiri tidak menggantungkan kepada orang lain.

3.       Karya-karya H.O.S Cokroaminoto
Selain dikenal sebagai tokoh sentral pergerakan nasional Tjokroaminoto juga merupakan penulis yang kritis.  namun, jarang sekali kita mengetahui informasi mengenai karya-karyanya. padahal, karya-karya Tjokroaminoto sempat menjadi buku pegangan wajib aktifis-aktifis Islam sampai akhir orde lama. Oleh karenanya penting rasanya untuk membuat sedikit resume mengenai karya-karya Tjokroaminoto. Disela-sela kesibukanya sebagai ketua CSI (Central Sarekat Islam), ia masih menjadi direktur sekaligus pimpinan redaksi dari harian Oetoesan Hindia yang berkantor di Surabaya.[4] Tidak hanya itu, secara khusus ia menyempatkan menuliskan beberapa karya tulis. Karya tulis itu antara lain :
1. Islam dan Sosialisme pada tahun 1924
2. Program Asas dan Program Tandhim Partai Sarekat Islam Indonesia pada tahun 1930
3. Tarich Agama Islam, Riwayat dan Pemandangan atas Kehidupan dan Perjalanan   Nabi Muhammad pada tahun 1931
4.  Reglemen Umum Bagi Ummat Islam pada tahun 1934
Islam dan Sosialisme merupakan buku yang ditulis Tjokroaminoto dalam upaya menghadapi pemikiran SI Semarang yang dipimpin Soemaoen.  Buku 104 halaman ini, secara konfrehensif mengungkap makna dari sosialisme. Ia pun menjelaskan bahwa sosialisme sebagai suatu dasar pemikiran memiliki begitu banyak varian. Pemikiran sosialisme Marx yang merupakan rujukan sosialisme modern, berakar pada filsafat materialisme histories yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Karena menurutnya materialisme histories mengajarkan bahwa material (benda)-lah satu-satunya yang ‘ada’ dengan begitu Marx menegasikan hal-hal gaib termasuk Tuhan. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa prinsip dasar sosialisme adalah kemerdekaan, kesamaan, dan persaudaraan, nilai-nilai ini ternyata bukan hanya ada dalam Islam tetapi sudah pernah dilaksanakan secara kongkrit pada masa Rasulullah dan para sahabat. Sehingga ia menuliskan dalam salah satu bagian dari bukunya Islam dan Sosialisme dengan “bagi kita orang Islam tidak ada sosialisme atau rupa-rupa isme yang lebih baik, yang lebih elok dan lebih mulia melainkan sosialisme yang berdasar Islam itulah saja”. Buku ini menjadi bukti begitu kuatnya pembacaan Tjokroaminoto terhadap karya-karya pemikir Barat.
Buku selanjutnya adalah Program Asas (Program Dasar) dan Program Tandhim (Program Perjuangan) PSII, buku ini merupakan pegangan  keorganisasian dari PSII. Buku 99 halaman ini sesungguhnya sudah dirumuskan sejak Kongres Nasional ketiga dan terus diperbaiki sampai disempurnakan pada Kongres di Yogyakarta pada tahun 1930. Menurut Ohan Sudjana buku ini selesai disusun di Bogor tanggal 26 Oktober 1931. [5] Begitu fenomenalnya buku ini, menurut kepercayaan sebagaian orang, buku ini ditulis dengan dikte dari Rasullullah dalam mimpi Tjokroaminoto.[6] Buku ini membincangkan mengenai dasar Islam yaitu kalimat syahadat secara konfrehensif dan konsekuensinya bagi setiap muslim. Ia menjelaskan bahwa Al-Qur’an yang telah diturunkan oleh Allah 14 abad yang lalu sudah sempurna sebagai pedoman manusia. Buku ini adalah penafsiran Tjokroaminoto terhadap ajaran Islam dalam upaya menjawab dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang berkembang lewat pergerakaan PSII. Hal-hal yang dibahas antara lain; persatuan umat Islam, penghidupan rakyat, sifat pemerintahan, pengajaran dan pendidikan, dan lain-lain.
Menurut Tjokroaminoto dalam buku ini program asas PSII disusun dalam enam tingkatan perjuangan yaitu: persatuan umat, kemerdekaan umat, sifat pemerintahan, penghidupan ekonomi, keadaan dan derajat manusia, dan kemerdekaan sejati. Di sisi lain, adapun program tanzim partai tentang perlawanan dan sandaran gerak perlawanan terdiri dari tiga pokok, yaitu: bersandar kepada sebersih-bersih tauhid, bersandar kepada ilmu (wetenshap), dan bersandar kepada siasah (politik) yang berkenaan dengan bangsa dan negeri tumpah darah sendiri, dan politik menuju maksud akan mencapai persatuan atau perhubungan dengan umat Islam di lain negeri (Pan Islamisme).[7]
Tarich Agama Islam, Riwayat dan Pemandangan atas Kehidupan dan Perjalanan Nabi Muhammad adalah karyanya yang menjadi alternatif bagi umat muslim Indonesia untuk mempelajari sejarah Islam dan Nabi Muhammad SAW. Dalam kata pendahuluan buku setebal 203 halaman ini, ia mengungkapkan bahwa buku  yang membahas tentang ini tebalnya beratus-ratus halaman dan lewat bukunya akan memudahkan memahaminya.  Referensi Tjokroaminoto dalam penulisan buku ini adalah karangan ulama Islam di negeri Barat. Hal ini dipahami karena ketidakfasihanya akan bahasa arab. Pada perkembangannya buku ini dikritik oleh beberapa ulama Indonesia sendiri karena ulama-ulama rujukan Tjokroaminoto seperti  Maulwi Muhammad Ali adalah ulama Ahmadiyah yang memang pada saat itu sudah mulai ada kecurigaan terhadap penyelewengan ajaran ini. Namun terlepas dari itu lewat buku ini Tjokroaminoto ingin membangkitkan optimisme bangsa Indonesia bahwa dengan menegakan Agama Allah umat terdahulu diberikan kejayaan yang luar biasa.
Terakhir buku ‘Reglemen Umum Bagi Ummat Islam’ adalah buku yang ditulis terakhir menjelang kematiannya. Buku ini dibicarakan dalam kongres PSII ke XIX di Jakarta dan disahkan dalam kongres PSII ke XX di Banjarnegara pada 20-26 Mei 1934, hanya beberapa bulan sebelum Tjokroaminoto wafat. Buku 69 halaman ini berisi 20 bab yang mencoba menjelaskan sekelumit tentang kehidupan dan solusinya yang disandarkan kepada Al-Qur’an dan Hadis. Dalam buku ini sifat keulamaan Tjokroaminoto begitu menonjol, sehingga  tidak berlebihan kalau ia juga dapat kita sebut sebagai ulama.
Adapun 20 bab yang dibahas dalam buku ini adalah: (1) pedoman umum bagi kehidupan sosial Islam, (2) maksud dan tujuan hidup di dunia, (3) petunjuk budi pekerti utama, (4) petunjuk tentang keadilan dan kejujuran, (5) petunjuk kebenaran dalam perkataan, (6) petunjuk kebaikangkan budi yang seluas-luasnya, (7) petunjuk mengikat perjanjian dan persaksian, (8) petunjuk iman dan Keislaman sejati, (9) petunjuk persatuan muslimin, (10) petunjuk memilih pimpinan dan menurut pimpinan, (11) petunjuk membuat jalan yang benar, (12) petunjuk melakukan perbuatan ibadah yang benar, (13) petunjuk anggapan hidup di dunia, (14) petunjuk budi pekerti terhadap keluarga, (15) petunjuk maksud perhubungan perkawinan, (16) petunjuk kelakuan dan penjagaan terhadap anak yatim, (17) petunjuk contoh keutamaan terhadap lain-lain orang, (18) petunjuk kebaikan sosial ekonomi, (19) petunjuk memerintahkan barang yang benar dan melarang barang yang salah, serta (20) petunjuk lebih mementingkan keperluan umat dari pada keperluan atau urusan sendiri.[8]
4.      Tokoh-tokoh yang pernah berguru kepada H.O.S Cokroaminoto
Jauh sebelum memilih jalan hidupnya masing-masing, tiga tokoh pergerakan Soekarno, Semaoen, dan Kartosoewirjo pernah tinggal bersama. Mereka menjadi murid dari pemimpin Sarekat Islam Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.
Di sebuah jalan kecil bernama Gang Paneleh VII, di tepi Sungai Kalimas, Surabaya, rumah Tjokroaminoto berada. Rumah itu bernomor 29-31.
Setelah menjadi pemimpin SI yang anggotanya 2,5 juta orang, Tjokroaminoto yang saat itu berusia 33 tahun tidak memiliki penghasilan lain, kecuali dari rumah kos yang dihuni 10 orang itu. Setiap orang membayar Rp 11. Istri Tjokro, Soeharsikin, yang mengurus keuangan mereka.
Banyak alumni rumah kos tersebut yang menjadi tokoh pergerakan sebelum kemerdekaan. Soekarno yang kemudian mendirikan Partai Nasional Indonesia. Semaoen, Alimin, dan Musso menjadi tokoh-tokoh utama Partai Komunis Indonesia serta SM Kartosoewirjo yang kemudian menjadi pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Di rumah itu juga, tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti KH Ahmad Dahlan dan KH Mas Mansyur sering bertukar pikiran.

Soekarno
Soekarno 'mondok' di rumah Tjokroaminoto pada usia 15 tahun. Ayah Soekarno, Soekemi Sosrodihardjo, menitipkan Soekarno yang melanjutkan pendidikan di Hoogere Burger School (HBS). Saat itu, tahun 1916, Tjokroaminoto sudah menjadi Ketua Sarekat Islam, organisasi politik terbesar dan yang pertama menggagas nasionalisme.
Dalam salah satu biografinya yang ditulis Cindy Adams, Soekarno mengenang Tjokroaminoto sebagai idolanya. Dia belajar tentang menggunakan politik sebagai alat mencapai kesejahteraan rakyat. Dia belajar tentang bentuk-bentuk modern pergerakan seperti pengorganisasian massa dan perlunya menulis di media. Sesekali Soekarno menulis menggantikan Tjokro di Oetoesan Hindia dengan nama samaran Bima. Soekarno juga kerap menirukan gaya Tjokroaminoto berpidato.

SM Kartosoewirjo
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo muda mulai tertarik pada dunia pergerakan saat bersekolah di Nederlandsch Indische Artsen School atau biasa disebut Sekolah Dokter Jawa yang berlokasi di Surabaya pada 1923. Dia gemar membaca buku-buku milik pamannya, Mas Marco Kartodikromo yang sebagian besar buku beraliran kiri dan sosialisme.
Marco dikenal sebagai wartawan dan aktivis Sarikat Islam beraliran merah. Terpengaruh berbagai bacaan itu, Kartosoewirjo terjun ke politik dengan bergabung dengan Jong Java dan kemudian Jong Islamieten Bond.
Guru utamanya di dunia pergerakan sekaligus guru agamanya adalah Hadji Oemar Said Tjokroaminoto. Kartosoewirjo begitu mengagumi dan terpesona dengan Tjokroaminoto yang sering berpidato dalam berbagai pertemuan. Kartosoewirjo melamar menjadi murid dan mulai mondok di rumah Ketua Sarekat Islam itu di Surabaya.
Untuk membayar uang pondokan, Kartosoewirjo bekerja di surat kabar Fadjar Asia milik Tjokroaminoto. Ketekunan dan kecerdasan membuatnya menjadi sekretaris pribadi Tjokroaminoto.
Tulisan-tulisan yang berisi penentangan terhadap bangsawan Jawa (termasuk Sultan Solo) yang bekerjasama dengan Belanda menjadi ciri khas Kartosoewirjo. Dalam artikelnya tampak pandangan politiknya yang radikal. Dia juga sering mengkritik pihak nasionalis. Kartosoewirjo bersama Tjokroaminoto hingga tahun 1929.
Pada masa perang kemerdekaan 1945-1949, Kartosoewirjo terlibat aktif tetapi sikap kerasnya membuatnya sering bertolak belakang dengan pemerintah. Kekecewaannya terhadap pemerintah membulatkan tekadnya untuk membentuk Negara Islam Indonesia yang diproklamirkan pada 7 Agustus 1949. Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh bergabung.
Perjuangan Kartosoewirjo berakhir ketika aparat keamanan menangkapnya setelah melalui perburuan panjang di wilayah Gunung Rakutak di Jawa Barat pada 4 Juni 1962. Soekarno yang menjadi presiden, teman kosnya semasa di Surabaya, adalah orang yang menandatangani eksekusi mati Kartosoewirjo pada September 1962.

Semaoen
Semaoen adalah Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) pertama. Kemunculannya di panggung politik pergerakan dimulai di usia belia, 14 tahun. Saat itu, tahun 1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) wilayah Surabaya.
Pertemuannya dengan Henk Sneevliet tokoh komunis asal Belanda pada 1915, membuat Semaoen bergabung dengan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda (ISDV) cabang Surabaya.
Aktivitasnya yang tinggi dalam dunia pergerakan membuatnya berhenti bekerja perusahaan kereta Belanda. Saat pindah ke Semarang, dia menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu, dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang.
Pada tahun 1918 dia juga menjadi anggota dewan pimpinan di Sarekat Islam (SI). Sebagai Ketua SI Semarang, Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh. Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda.
Sikap dan prinsip komunisme yang dianut Semaoen membuat renggang hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya.
PKI pada awalnya adalah bagian dari Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921.
Pada akhir tahun itu juga dia meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk meraih pengaruhnya kembali di SI tetapi kurang berhasil.[9]





BAB III: PENUTUP

 HOS Cokroaminoto adalah seorang  pahlawan yang sangat berperan dalam perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme. Pemikirannya sangat berpengaruh di Indonesia terutama dalam menghadapi penjajahan atau kolonialisme. HOS Cokroaminoto juga merupakan seorang guru besar yang harus di ketahui oleh bangsa Indonesia. Pemikiran dan perjuangan beliau cukup berpengaruh pada masa perjuangan kemerdekaan hingga saat ini. Ia memiliki beberapa murid yang menggambarkan keluasan pengetahun dan kehebatan pemikiran beliau.  Musso yang berpaham komunis, Soekarno yang berpaham Nasionalisme dan Kartosuwiryo agamis.
Dengan memahami sejarah perjuangan para pahlawan Indonesia, maka peran generasi saat ini adalah bagaimana melawan penjajah yang tidak lagi berupa fisik namun penjajahan ekonomi dan mental/ideologi.




















Daftar pustaka

Herry Mohammad, DKK. 2006. Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh abad 20. Jakarta. Gema Insani       
Press
Aji Dedi Mulawarman.  Jang Oetama, jejak perjalanan H.O.S Tjokroaminoto.2014. Jogjakarta. Galang 
Press
HOS Tjokroaminoto. 1985. Tafsir Program Asas dan Program Tandhim Syarikat Islam  Jakarta: Yayasan
          Bina Sari lihat jugaSudjana
        kartosoewirjo.html


[1] Herry Mohammad, DKK, Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh abad 20. hal. 29
[3] Aji Dedi Mulawarman, Jang Oetama, jejak perjalanan H.O.S Tjokroaminoto.
[4] M. Masyhur Amin, 1995, H.O.S Tjokroaminoto: Rekonstruksi Pemikiran dan Perjuangannya, Yogyakarta: Cokroaminoto University Press,  hal  29.
[5] Ohan Sudjana, 1999,  Liku-liku Perjuangan Syarikat Islam, Jakarta: DPP PSII-1905, hal  53-54.
[6] Amin, 1995,  op.cit., hal 31.
[7] HOS Tjokroaminoto, 1985,  Tafsir Program Asas dan Program Tandhim Syarikat Islam,  Jakarta: Yayasan Bina Sari lihat jugaSudjana  op.cit., hal 54.
[8] HOS Tjokroaminoto, 1985,  Tafsir Program Asas dan Program Tandhim Syarikat Islam,  Jakarta: Yayasan Bina Sari lihat jugaSudjana  op.cit., hal 57.

[9] http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-3-murid-tjokroaminoto-soekarno-semaoen-kartosoewirjo.html

1 komentar:

  1. Harrah's Hotel & Casino Las Vegas - JT Hub
    Harrah's Las 김해 출장샵 Vegas 제주 출장샵 is located in Las Vegas, Nevada and features a full-service spa, 사천 출장마사지 a golf course, and 순천 출장안마 a casino. The property 경주 출장안마 also boasts a restaurant

    BalasHapus